RBSS : Lahir dari Kepedulian Minimnya Literasi di Kalangan Kampus

Ketika kesadaran ruang intelektual harus dibangun. Ketika iklim intelektualitas mesti disemarakkan, dan kerja-kerja sosial dan budaya mesti dilakukan, lahirlah Rumah Baca Simpul Semarang (RBSS). Komunitas ini menyediakan diri sebagai ruang berkumpul dan bertemu, untuk membaca dan berdiskusi.

DI kalangan aktifis atau pegiat literasi, RBSS mungkin tidaklah asing. RBSS menjadi sebuah proyek bersama yang digawangi oleh beberapa pegiat intelektual dan budaya di Semarang karena melihat realitas belum bergairahnya iklim intelektual di kampus, sekitar kampus, dan di Kota Semarang.
RBSS menyediakan fasilitas dan layanan serta program/agenda mulai dari layanan perpustakaan atau taman baca buku-buku dengen segmentasi untuk para intelektual, akademisi, pegiat seni-budaya. Koleksinya selain sumbangan dari para pendiri, pegiat, donatur dan penerbit dan pihak lain yang turut mendukung program. 
Selain itu, RBSS juga memiliki fungsi sebagai toko buku yang melayani reseller buku-buku, majalah, dan jurnal lain yang dapat memfasilitasi kebutuhan pengembangan intelektual dan kerja-kerja sosial-budaya. Karena tempat RBSS ini ada di pinggir kampus, maka salah satu sasarannya juga adalah memenuhi kebutuhan buku-buku yang dijadikan bahan ajar oleh para dosen dan mahasiswa di kampus. 
Salahsatu pengelola RBSS, Nicko Fernando, mahasiswa semester tujuh Jurusan Pendidikan Kimia Unnes mengatakan, RBSS mulai mengoleksi buku sejak 2013 sebagai wujud kepedulian kurangnya budaya litersi di kalangan masyarakat dan mahasiswa.
Buku yang tersedia di RBSS berupa buku-buku pendidikan, agama, teologi, kesehatan, filsafat, psikologi, sosial, hukum, ekonomi, dan sastra. Yang paling favorit saat ini berupa buku-buku penelitian. Sebab beberapa mahasiswa atau masyarakat sedang mendalami riset. 

''Kami juga rutin menyelenggarakan seri diskusi, short course, pemutaran film, riset pengembangan keilmuan secara trans-disiplin bidang kajian/keilmuan. Kalau sebagai toko buku itu sebagai upaya untuk membangun kekuatan gerakan sosial, intelektual, dan kultural secara mandiri. Tidak bertumpu harap pada funding atau donasi dari pihak luar yang seringkali berbalik melumpuhkan gerak dan idealisme,'' paparnya. 
Hasil laba dari penjualan buku pun digunakan untuk penunjang operasional aktivitas dan kebutuhan rutin. Sedangkan aktivitas seri diskusi, short course, pemutaran film, dan riset trans-disiplin keilmuan adalah layanan alternatif atau bahkan "mewah" yang selama ini jarang diperoleh di Semarang khususnya. 
Terlebih untuk riset-riset berpendekatan trans-disiplin keilmuan di Semarang belum banyak dillakukan, dan ketika RBSS menyediakan ruang untuk bertemu banyak pihak lintas-generasi dan lintas-bidang keilmuan, maka aktivitas dan kerja-kerja intelektual lintas-bidang itu sangat dimungkinkan untuk dilakukan secara serius dan intensif.
''Buku-buku di RBSS ada yang dijual, ini berasal dari penerbit macam Yayasan Obor Indonesia, Prenada, Marjin Kiri, Arruz Media, Pataba Press dan Literasi Press. Kalau buku-buku yang tidak dijual, maksudku untuk dibaca, berasal dari sumbangan dan titipan teman-teman komunitas,'' katanya.
Untuk sistem pengelolaan, kata Nicko dilakukan sederhana saja. Buku yang dipinjam dan dibeli didata. Dan RBSS juga membuat katalogisasi buku dan pendataan peminjam dan pengunjung. Manfaat yang diperoleh selama menjadi pengelola, Nicko mengaku semakin suka membaca dan berliterasi. 
Untuk kalangan mahasiswa maupun masyarakat yang hendak membeli buku, menyumbang buku atau mengikuti beragam kegiatan, RBSS beralamat di Gang Nangka No 50 RT 2 RW II, Sekaran, Gunungpati atau melalui akun facebook Rumah Buku Simpul Semarang. (KS)

Comments