Bendungan Pucanggading

HILIR mudik kendaraan bermotor secara bergantian melintasi Jalan Klipang Raya Kuncen, suatu siang. Ketika sampai di atas bendungan, pengendara sepeda bermotor harus bergantian untuk melintas. Karena, jalan sepanjang 98 meter di atas jembatan yang dibawahnya berfungsi sebagai bendungan itu hanya cukup untuk melintas satu sepeda motor.
Ada tiga pintu air bercat biru putih di bendungan itu. Pintu utama yang memiliki enam pintu pembagi itu berfungsi khusus untuk mengalirkan air yang berhulu dari Mluweh Ungaran dan Batur Girikusumo ke Banjirkanal Timur.
Sedangkan dua pintu lainnya, berfungsi untuk mengalirkan air ke Kali Babon dan Dombo Sayung. Di dekat pintu air yang mengalir ke Kali Babon, nampak pasangan muda mudi duduk di bawah rindangnya pohon beringin.
Bendungan Pucanggading, itulah nama bendungan yang dibangun pada masa pemerintah Belanda pada 1893. Bendungan Pucanggading yang mengaliri sungai di Kota Semarang dan Demak ini berada di bawah pengelolaan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Jawa Tengah. Akses menuju bendung ini bisa melewati daerah Meteseh, Ketileng maupun Pucanggading.

Enam pintu yang ada, harus memastikan debit air Kali Babon tidak boleh melebihi 78 meter kubik per detik, aliran ke Banjirkanal Timur tidak boleh melebihi 145 meter kubik per detik. Dan, luas daerah tangkapan Banjirkanal Timur sekitar 29,7 kilometer persegi (km2) yang meliputi daerah tangkapan Kali Candi (5,8 km2), Kali Bajak (6,8 km2), dan Kali Kedungmundu (17,1 km2). Luas daerah genangannya sendiri mencapai 250 hektar, yang menjangkau daerah permukiman di sebelah utara Banjirkanal Timur.
Usai mengamati daerah sekeliling, seorang lelaki bertopi pun langsung memberikan sapaan ramah ketika saya menepikan kendaraan tepat di depan gedung di tepi bendungan yang berfungsi sebagai kantor penjaga.
''Sejak dibangun, bendungan ini belum pernah direnovasi. Bangunannya sangat kuat. Atap kayu jati juga masih asli. Kalaupun ada perbaikan, mungkin penambalan bangunan karena tergerus air,'' ujar Asmuni (35) petugas yang telah lima tahun bekerja sebagai tenaga honorer itu.

Pada musim kemarau ini, Asmuni pun menunjukkan tingkat elevasi air di bendungan itu minus 50-60. Tetapi, pada musim penghujan, tingkat elevasi bisa mencapai 90 sentimeter lebih. Ketika air mencapai ketinggian itu, ia pun harus membuka tiga pintu pembagi, kanan, kiri dan tengah untuk dialirkan ke Banjirkanal Timur.
''Selain dibagi ke Banjirkanal Timur, juga kita buka pintu air yang mengalir ke Kali Babon dan Dombo Sayung. Kalau yang paling susah, ketika aliran dari Ungaran besar, banyak sampah menumpuk di pintu air. Terutama sampah seperti kayu, pohon dan bambu. Untuk membantu menaikkan sampah, kita minta tolong ke penjaga pintu dari Mluweh dan Batur,'' paparnya.
Karena, pada hari biasa, petugas penjaga di Bendungan Pucanggading hanya enam orang. Itupun menurutnya terbagi dalam dua shift, siang dan malam. Ketika musim penghujan, tim jaga pun harus berangkat seluruhnya.
''Setelah daerah Tembalang berdiri banyak perumahan, kita sering menerima protes agar membuka pintu lebih tinggi lagi, karena wilayah perumahan seperti Dinar Mas kebanjiran. Tentu kita menolaknya, karena ada aturan yang membatasi pembukaan pintu agar kawasan Semarang bawah tidak kebanjiran,'' ujarnya.
Selain sebagai salah satu penyelamat banjir di Kota Semarang, Bendungan Pucanggading menurut Asmuni juga sering dimanfaatkan warga sekitar untuk mancing dan olahraga pada Minggu pagi. ''Disini, ikannya beragam. Ada lele, kutuk, gabus dan sesekali saya bisa mendapatkan bawal,'' imbuh Diono (50) warga Mranggen yang siang itu datang bersama dua temannya untuk memancing ikan. (KS)