Ada kolektor buku, ada kolekdol buku. Kolektor mengoleksi buku sebagai kegemaran, sedangkan kolekdol mengoleksi buku selain sebagai kegemaran juga sebagai investasi yang bisa dijual kapan dia mau.
KEGEMARAN membaca sejak kecil, akan tetapi tidak mampu membelinya kala itu, membuat lelaki kelahiran Semarang 21 September 36 tahun yang lalu ini, melakukan "balas dendam". Ketika sudah cukup mapan dengan bekerja sebagai redaktur sebuah koran ternama, buku apapun yang menarik, ia beli untuk dikoleksi.
Pratono, warga Jalan Setiabudi Semarang ini ketika kecil, memilih perpustakaan sekolah atau hanya meminjam di persewaan komik dan buku di kampungnya. Ia pun harus mengumpulkan uang saku agar bisa menyewa komik seperti Petruk Gareng, Godham, Gundala, Trio Detektif, Lima Sekawan, atau kisah pemuda yang suka mengunyah permen karet, Lupus.
Koleksi buku yang kini mencapai 4.000 judul itu mulai dari komik, tema tertentu, penulis yang ia favoritkan, buku kuno, antik maupun yang langka, ia kumpulkan ketika mulai duduk di bangku kuliah pada 2000. Akan tetapi yang paling banyak buku-buku sejarah, sastra, novel, cerpen dan jurnalistik. Pratono menyebut dirinya sebagai "pembaca omnivora", atau pemangsa segalanya.
''Kalau sekarang, sering berburu buku-buku tentang Kota Semarang dan buku-buku cerita serial petualangan remaja karya penulis Indonesia di era 1980-an seperti Pulung, Noni, Sersan Grung-Grung, Kelompok 2 & 1, Siasat, Imung, Pachar, Sisi. Kalau karya penulis favorit yang biasa diburu, karya-karya Seno Gumira Ajidarma, Pramoedya Ananta Toer, Djokolelono, Bung Smas, dan Dwianto Setyawan,'' paparnya.
Untuk memperoleh buku, selain membelinya dari toko buku, juga ia dapatkan melalui toko buku online, langsung dari penerbit hingga sang penulisnya sendiri. Untuk buku-buku edisi lama, ia mencarinya di lapak buku bekas dan online.
''Sudah ada beberapa langganan yang paham dengan buku seleraku, jadi kalau menemukan langsung dikabari. Saya juga bergabung di komunitas pembaca buku. Jadi sering dapat kiriman dari teman-teman komunitas,'' katanya.
Mengelola dan memperlakukan buku yang jumlahnya ribuan itu, Pratono menyimpannya ke lemari. Tetapi sebagian besar terpaksa untuk sementara disimpan dalam kardus, karena jumlah lemari atau rak buku yang ia miliki terbatas.
Pratono juga menambahkan, ia tengah konsentrasi mengumpulkan buku yang isinya mengenai Semarang, baik itu buku baru maupun lama. Selain itu, juga mengumpulkan koran lama terbitan Semarang.
''Ada keuntungannya ketika saya bergabung dengan Komunitas Goodreads, banyak kenalan dari berbagai kota dengan hobi sama. Ketika mereka tahu saya sedang mencari buku Semarangan, langsung menghubungi, tak jarang memberikannya sebagai hadiah,'' jelasnya.
Dari sekian buku yang ia koleksi, Pratono memiliki buku tertua berbahasa Inggris yang terbit pada 1904. Ada pula buku Riwajat Semarang yang ditulis Liem Thian Joe cetakan pertama tahun 1931. (KS)
KEGEMARAN membaca sejak kecil, akan tetapi tidak mampu membelinya kala itu, membuat lelaki kelahiran Semarang 21 September 36 tahun yang lalu ini, melakukan "balas dendam". Ketika sudah cukup mapan dengan bekerja sebagai redaktur sebuah koran ternama, buku apapun yang menarik, ia beli untuk dikoleksi.
Pratono, warga Jalan Setiabudi Semarang ini ketika kecil, memilih perpustakaan sekolah atau hanya meminjam di persewaan komik dan buku di kampungnya. Ia pun harus mengumpulkan uang saku agar bisa menyewa komik seperti Petruk Gareng, Godham, Gundala, Trio Detektif, Lima Sekawan, atau kisah pemuda yang suka mengunyah permen karet, Lupus.
Koleksi buku yang kini mencapai 4.000 judul itu mulai dari komik, tema tertentu, penulis yang ia favoritkan, buku kuno, antik maupun yang langka, ia kumpulkan ketika mulai duduk di bangku kuliah pada 2000. Akan tetapi yang paling banyak buku-buku sejarah, sastra, novel, cerpen dan jurnalistik. Pratono menyebut dirinya sebagai "pembaca omnivora", atau pemangsa segalanya.
''Kalau sekarang, sering berburu buku-buku tentang Kota Semarang dan buku-buku cerita serial petualangan remaja karya penulis Indonesia di era 1980-an seperti Pulung, Noni, Sersan Grung-Grung, Kelompok 2 & 1, Siasat, Imung, Pachar, Sisi. Kalau karya penulis favorit yang biasa diburu, karya-karya Seno Gumira Ajidarma, Pramoedya Ananta Toer, Djokolelono, Bung Smas, dan Dwianto Setyawan,'' paparnya.
Untuk memperoleh buku, selain membelinya dari toko buku, juga ia dapatkan melalui toko buku online, langsung dari penerbit hingga sang penulisnya sendiri. Untuk buku-buku edisi lama, ia mencarinya di lapak buku bekas dan online.
''Sudah ada beberapa langganan yang paham dengan buku seleraku, jadi kalau menemukan langsung dikabari. Saya juga bergabung di komunitas pembaca buku. Jadi sering dapat kiriman dari teman-teman komunitas,'' katanya.
Mengelola dan memperlakukan buku yang jumlahnya ribuan itu, Pratono menyimpannya ke lemari. Tetapi sebagian besar terpaksa untuk sementara disimpan dalam kardus, karena jumlah lemari atau rak buku yang ia miliki terbatas.
Pratono juga menambahkan, ia tengah konsentrasi mengumpulkan buku yang isinya mengenai Semarang, baik itu buku baru maupun lama. Selain itu, juga mengumpulkan koran lama terbitan Semarang.
''Ada keuntungannya ketika saya bergabung dengan Komunitas Goodreads, banyak kenalan dari berbagai kota dengan hobi sama. Ketika mereka tahu saya sedang mencari buku Semarangan, langsung menghubungi, tak jarang memberikannya sebagai hadiah,'' jelasnya.
Dari sekian buku yang ia koleksi, Pratono memiliki buku tertua berbahasa Inggris yang terbit pada 1904. Ada pula buku Riwajat Semarang yang ditulis Liem Thian Joe cetakan pertama tahun 1931. (KS)
depo pulsa terbaru
ReplyDeletemembaca buku banyak manfaatnya
bukunya banyak sekali
ReplyDeletekapasitas excavator