Cerita tokoh Ondorante tidak hanya ada di Kabupaten Pati. Di Semarang, ada cerita kawasan Ondorante, Kecamatan Banyumanik yang juga cukup populer pada 1960-1980an. Di Pati, Ondorante merupakan tokoh bengal dan dengan kesaktiannya sering menggangu ketenangan masyarakat Pati hingga Mataram. Bagaimana kisah Ondorante di Kota Semarang?.
CUACA Kota Semarang, pagi itu cerah. Penulis pun memulai penyusurannya tentang cerita Ondorante yang pada populer pada 1960-1980-an. Jalur utama untuk mencapai ujung Ondorante tak bisa ditempuh dengan kendaraan, karena harus melintasi wilayah Markas Kodam IV Diponegoro.
Penulis pun menyusurinya melalui Jalan Lempuyang, Banyumanik. Setelah sampai di ujung kampung, beberapa warga menyarankan untuk jalan kaki. Jalur Ondorante di sisi utara, merupakan jalan setapak di lereng bukit tepat di belakang Makodam IV Diponegoro yang memiliki lebar jalan sekitar 30 sentimeter saja.
Jalur di lereng bukit memang ekstrem. Lereng dengan kemiringan sekitar 40 derajat harus dilalui dengan berjalan kaki. Sejauh mata memandang, gugusan bukit Pakintelan berjajar dari selatan hingga utara seperti hamparan permadani hijau. Di sudut lembah, gemericik air Kali Garang terdengar cukup deras.
Jika dilihat dari utara, bukit Pakintelan dan bukit di belakang Kodam, seperti huruf V. Jika dari atas, Aliran Kali Garang terlihat berkelok-kelok seperti dua huruf S bersusun.
Slamet Mulyono (70) warga Jalan Lempuyang RT 8 RW 5 menuturkan, Ondorante sebenarnya bangunan anak tangga yang dibuat agar mempermudah pengecekan pipa air dari Kalidoh dan mata air Mudal. Kalau Belanda, jaman dahulu menyebutnya "leidingwater". Untuk pegangan, ada rantai memanjang dari atas sampai bawah, agar saat hujan tidak terpeleset,'' tuturnya.
Menurut Slamet, penyebutan Ondorante populer pada 1960-1980. Saat itu, sering dimanfaatkan oleh pasangan muda-mudi berwisata. Selain itu, Ondorante juga dimanfaatkan warga yang memilih jalur pintas ketika hendak pergi ke Pakintelan, Gunungpati.
Keberadaan Ondorante juga tidak terpisahkan dari Kali Garang yang mengalirkan air dari Kalidoh (Kabupaten Semarang) hingga pantai utara Kota Semarang. Dalam peta geologi, titik Ondorante hingga Bendanduwur merupakan daerah patahan.
Dari pantauan, struktur tanah di wilayah itu campuran antara tanah merah padat, batuan kecil dan lempengan besar. Membentuk seperti bukit kecil maupun berdiri tegak seperti arena panjat tebing yang teraliri air tanah.
Di tengah perbukitan itu, juga terdapat jalan setapak dari sudut kampung di Jalan Lempuyang yang sering dimanfaatkan warga sebagai jalan pintas menuju Pakintelan. Seperti yang dilakukan Ijah (65) warga Pakintelan yang setiap hari berjualan hasil bumi di Pudak Payung.
''Dulu, sering lewat Ondorante, tetapi, karena tertutup Kodam, saya memilih lewat Jalan Lempuyang,'' katanya sambil mengaku, meskipun hujan, ia tetap melintasi jalan setapak tersebut. (KS)
menarik sekali untuk dibaca
ReplyDeletealat berat komatsu