Bandara Ahmad Yani, Tahun 1980 Diusulkan Pindah ke Ngaliyan, Jadi Kerajaan Ular Phyton

BANDARA Ahmad Yani adalah pangkalan udara TNI Angkatan Darat yang dahulu lebih dikenal dengan Pangkalan Udara Angkatan Darat Kalibanteng. Berdasarkan Surat keputusan bersama Panglima Angkatan Udara, Menteri Perhubungan dan Menteri Angkatan Darat pada 31 Agustus 1966, Pangkalan Udara AD diubah statusnya menjadi Pangkalan Udara Bersama Kalibanteng Semarang. 
Namun karena peningkatan frekuensi penerbangan sipil, pada 1 Oktober 1995, Bandar Udara Achmad Yani Semarang menjadi salah satu Bandar Udara dibawah PT Angkasa Pura. Bandara Ahmad Yani berubah menjadi bandara internasional pada 2004 setelah Garuda Indonesia membuka rute Semarang-Singapura.
''Sebelum menjadi bandara, tanah Kalibanteng seluas 357,11 hektar itu milik warga Tionghoa bernama Be Hwat Hing dan Soen Tjin dan pada 1910-an dikenal sebagai pusat kerajaan ular phyton dan sanca, karena masih berupa rawa-rawa,'' tutur mantan Kepala Bappeda dan Dinas Tata Kota Semarang yang pertama, Ir Wasono, saat ditemui di kediamannya, Cluster Beverly A9-A11 Perumahan Graha Wahid, Kedungmundu.Pada 1920, kata Wasono, sebagian tanah Be Hwat Hing dan Soen Tjin, seluas 14.637 m2, telah dipisahkan menjadi rech van eigendom (RVE) Verponding No 4682 atas nama De Te's Gravenhage NV Semarang-Cirebon Stootram Masfchappy (sekarang PT Kereta Api).Berikutnya, pada 28 September 1936, berdasarkan akta tanah No 527, sisa tanah RVW Verponding No1146 seluas 3.556.463 m2, seluruhnya beralih kepada De Te Statgemente (Pemerintah Kota) Semarang. Dalam perkembangannya, pada 1941 sebagian tanah RVE Verponding No1146 seluas 100 m2 dipisahkan menjadi RVE Verp No6216 atas nama NV Al Gemeene De Ned Ind Electricitifes Mij (sekarang PT PLN).Kemudian, pada 1949, sesuai persetujuan RI dengan Pemerintah Belanda RVE Verp 1146 seluas 15.510 m2 dimanfaatkan sebagai pemakaman perang Belanda. Pada tahun tersebut, sisa tanah yang ada atas tanah RVE Verp 1146 seluas 3.450.853 m2 diperuntukkan sebagai Pelabuhan Udara Kalibanteng yang kini menjadi Bandara Ahmad Yani. Namun sebagian tanahnya seluas 100.000 m2 digarap masyarakat yang digunakan untuk usaha tambak.Pada 1966, papar dia, muncul SKB Tiga Menteri/Panglima AU, Menteri Perhubungan dan Panglima AD, tertanggal 3 Agustus 1966 tentang perubahan status Pelabuhan Udara Bersama Kalibanteng Semarang, dan sebagai tindak lanjutnya Panglima AU menyerahkan seluruh fasilitas serta perumahan milik Angkatan Udara Semarang yang berada di Pelabuhan Udara Kalibanteng kepada Menteri/Panglima AD dan oleh TNI AD difungsikan sebagai Lanumad A Yani.Berdasarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dari Kantor Agraria Kota Semarang tertanggal 22 Oktober 1973, bekas RVE Verp 1146 atas nama De Te Statgemente Semarang beralih menjadi tanah yang dikuasai langsung negara. Dalam rangka penertiban dan legalitas aset pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan RI Cq TNI AD, atas tanah bekas RVE Verp 1146 atas nama De Te Statgemente Semarang.Hak pakai tersebut, kata dia, telah tercatat dalam Daftar Inventaris Aset Departemen Pertahanan RI Cq TNI registrasi No30733031, yang berikutnya diajukan permohonan hak pakai kepada BPN serta sudah diterbitkan SK Kepala BPN No23/HP/BPN/2005 dan hak pakai No26/HP/BPN/2005 yang ditindaklanjuti dengan penerbitan sertifikat hak pakai No3/Kelurahan Tambakharjo seluas 293,834 ha dan hak pakai No2/Kelurahan Tambakharjo seluas 16,031 ha atas nama Departemen Pertahanan RI Cq TNI AD.''Sehingga, perlu klarifikasi pemilikan atas tanah berdasarkan akta tanah No 527 atas tanah RVE Verponding No 1146 seluas 355,64 hektar milik De Te Statgemente Semarang,'' katanya.
Wacana pemindahan Bandara Ahmad Yani ternyata telah digulirkan sejak 1980 saat Wali Kota Semarang dijabat oleh Kolonel H Iman Soeparto Tjakrajoeda SH. Dari Semarang Landmark yang disusun oleh Kepala Bappeda Kota Semarang pertama yang saat itu dijabat oleh Ir Wasono, bandara Ahmad Yani akan dipindah ke Ngaliyan yang pada tahun itu masih berupa perbukitan.Dengan dipindahnya bandara ke kawasan yang sekarang telah berubah menjadi kawasan perumahan itu diharapkan, Kota Semarang semakin berkembang dan gedung bertingkat tinggi berdiri di sepanjang kawasan segitiga emas, yakni Jalan Pandanaran, Jalan MT Haryono dan Jalan Pemuda. (KS)x

Comments