Studio Seni Foto Sinar Cipta Jl Petudungan 67, Cetak Foto Awet sampai 50 Tahun

Kota Semarang masih menyimpan banyak sejarah, salah satunya dunia fotografi. Tercatat ada beberapa studio foto yang hingga kini masih eksis, hingga yang tinggal nama, bahkan hanya papan nama. Studio Seni Foto Sinar Cipta di Jalan Petudungan 67 yang berdiri pada 1968, hingga kini masih setia melayani konsumen.

DERETAN foto-foto warga dengan ragam gaya, mulai dari gaya di pantai, gaya berpakaian Jepang, kebaya, balet, baju renang, baju kurung, yang dicetak pada 1970-an tertata rapi di etalase kayu yang membentuk huruf L di dalam studio berukuran 4 x 20 meter itu.
Ukurannya pun beragam, mulai dari 3 x 4 sentimeter, 4 x 6 sentimeter, 3 R hingga 5 R. Seluruhnya pun masih berwarna hitam dan putih. Di dinding tembok, terpajang foto Nicholas Saputra dan Shanty.
''Itu kenangan ketika Nicholas Saputra dan Shanty ketika syuting di Kali Semarang. Saya yang mengambil gambar, karena mampir ke studio ini,'' kata Yuwono Budi Santoso, bapak tiga anak dan dua cucu pemilik studio Seni Foto Sinar Cipta Jalan Petudungan 67, ketika saya temui.
Pemilik nama Tionghoa Jong Pak Yen yang lahir pada 1937 dan akrab disapa Om Budi itu menuturkan, Seni Foto Sinar Cipta ia dirikan akhir 1968 itu melayani pemotretan di studio dibantu istrinya, Ko Fi Fong. Setelah sang istri tercinta meninggal pada 1999, ia pun dibantu anaknya, Yunnika.
Untuk kamera, ia pun menggunakan produk dari Jerman. Karena, produk Jepang seperti Canon maupun Nikon saat itu belum beredar di pasaran Semarang. Hasil foto pun saat itu belum ada yang warna, masih hitam putih. Begitu pula background studio, serba manual dan konvensional.
''Belajar foto pun mulai dari SD, awalnya mencoba mencuci cetak foto sendiri. Hasilnya cukup lumayan. Baru kemudian ketika duduk di bangku SMA di Jakarta, mulai fokus. Dan akhirnya membuka usaha di Semarang pada akhir 1968,'' katanya.
Tapi dari akar hobby inilah Seni Foto Sinar Cipta masih bertahan sampai sekarang, dengan segala dinamika dari tahun ke tahun yang banyak mengalami pasang surut dan masalahnya. Walaupun sudah mengalami dua generasi teknologi di dunia fotografi, Sinar Cipta masih bertahan sampai sekarang.
''Ada pelanggan setia Seni Foto Sinar Cipta sudah tiga generasi, maksudnya dari ibu, anak sampai cucu masih menggunakan jasa Seni Foto Sinar Cipta untuk mengabadikan momen keluarga sampai pas foto 3×4 untuk beragam urusan,'' tandasnya.
Beberapa kamera "jadul" yang ia miliki pun sebagian masih ia simpan, tetapi ada pula yang ia jual. Budi pun mengaku, studionya pernah jaya pada era 1970 hingga 1980-an. Selain memotret warga yang datang ke studio, sesekali ia pun "hunting" ke Kawasan Kota Lama maupun obyek wisata di Kota Semarang. Hasil fotonya pun ia cetak untuk dibuat kartu pos.
Ketika ditanya mengapa foto-foto yang dicetak pada 1970-an itu masih awet dan bagus? Budi pun mengatakan, ia selalu memilih kertas berkualitas untuk mencetak hasil foto. Seperti AFA buatan Jerman atau Kodak buatan Amerika.
''Kuncinya biar awet selain pemilihan kertas adalah cara mencucinya. Obat harus benar-benar larut semua. Makanya, kalau mencuci, menggunakan air mengalir. Sehingga, 50 tahun pun hasil cetakan tidak akan rusak. Demi menjaga kualitas tentunya,'' katanya. (KS)

Comments

Post a Comment