Sahabat Difabel Diajak Mendunia dengan "Ngartun"

SENYUM mengembang di wajah Rizki Puput Isnaini (22) saat mengikuti kegiatan ngabuburit bersama di Rumah D, Jalan MT Haryono 266 Semarang. Baginya, ngabuburit sore itu terasa asyik dan spesial. Puput dan teman-temannya menggambar kartun bersama para kartunis dari Semarang Cartoon Club (Secac).
Sambil duduk di kursi roda, ia menyimak arahan dan motivasi dari kartunis senior Semarang, Jitet Koestana yang hadir sore itu. Jitet yang sudah mengoleksi ratusan penghargaan dunia itu membagikan pengalamannya dalam berkreasi.
Satu hal yang membuat Puput terkesan adalah cara menggali ide kartun yang belum pernah ia pelajari sebelumnya. ''Pak Jitet ngajari ide menggambar itu bisa dicari bahan mentahnya dulu. Baru digabungin,'' katanya.
Selain Jitet, anggota Secac yang juga guru seni rupa SMP Negeri 17 Semarang Suratno juga berbagi motivasi. Ratno mengajak teman-teman difabel untuk aktif mengikuti lomba kartun internasional. Dengan cara itu, kata dia, karya mereka bisa mendunia. Ratno juga mengajak mereka untuk bergabung dengan Secac.
''Tertarik sekali. Pengennya teman difabel karyanya bisa diangkat go internasional,'' harap Puput.
Saat diminta untuk menggambar, Puput mengangkat tema soal aksesibilitas. Seorang anak ia gambarkan tengah duduk di atas kursi roda. Di depannya terdapat anak tangga yang menghubungkan sebuah pintu dengan gambar pelangi di sampingnya.
''Pelangi itu saya ibaratkan sesuatu yang menarik. Bisa mal, tempat bermain dan lainnya. Tetapi anak-anak difabel kesulitan mengaksesnya,'' ujarnya.
Ide menggambar Puput tak jauh dari kehidupannya. Ia juga seorang penyandang disabilitas yang seringkali menjumpai hambatan dalam beraktivitas.
Selain Puput, setidaknya ada belasan penyandang disabilitas yang ikut serta menggambar kartun bersama. Mereka tampak antusias menggambar didampingi kartunis-kartunis dari Secac.
Menurut Jitet, kegiatan ngabuburit dan ngartun bareng itu merupakan bentuk solidaritas Secac terhadap sahabat difabel. Menurut Jitet, mereka memiliki potensi yang besar. Saat menggambar bersama dia juga menjumpai ada beberapa anak yang jago nggambar. ''Kalau ada ide, pasti jadi,'' katanya.
Bagi Jitet berbagi pengalaman dengan teman-teman difabel sangat mengasyikkan. Kaum difabel sangat luar biasa, sehingga perlu dengan dukungan tidak biasa. Jitet bahkan harus memelankan suara saat memberikan arahan karena satu di antara peserta ada yang tuna rungu.
Ketua Komunitas Sahabat Difabel Semarang, Noviana Dibyantari merasa bahagia melihat keceriaan saat belajar menggambar kartun. Menurut dia, teknik menggambar seperti itulah yang dibutuhkan teman-teman difabel.
''Mereka tak bisa berfikir terlalu berat. Teknik sederhana ini yang kita butuhkan. Gambar biasa dikembangkan jadi gambar bertema. Saya tanya seneng nggak? Mereka bilang senang,'' katanya.
Novi berencana latihan menggambar kartun akan dijadikan agenda rutin. Sehingga bisa melahirkan juara-juara internasional dari kalangan difabel. ''Saya kepingin ini berlanjut entah sebulan sekali atau bagaimana. Mereka bisa diberi PR untuk menggambar,'' katanya. (KS)

Comments