Dulu, jenis burung ini dianggap tak berkelas, dipandang sebelah mata, dan harganya pun sangat murah. Tetapi, setelah muncul komunitas penggemar, burung ini pun naik kelas, dari harga hingga maraknya lomba jenis burung ini.
BURUNG Trucukan merupakan burung yang suka memakan buah-buahan. Jenis buah yang di sukainya adalah jenis pisang dan pepaya. Burung dengan nama latin Pycnonotus Goiavier ini biasanya sering ditemui di pekarangan, areal persawahan, perkebunan dan populasinya pun banyak tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia.
Di pasaran, harga burung trucuk bakalan mulai sekitar Rp 15 ribu-an. Akan tetapi, munculnya komunitas penggemar trucuk, harganya pun mencapai Rp 15 juta. Seperti diakui oleh pendiri Komunitas Trucukan Semarang (KTS), Moga Rahmat, kepada saya.
''Dulu Trucuk memang dipandang sebelah mata, dianggap burung murahan. Berdirinya KTS, burung ini pun naik kelas. Harganya melonjak, dan setiap perlombaan, sudah ada kelasnya,'' tuturnya.
KTS sendiri menurut Moga yang didampingi pengurus lainnya, Manggala Hartuko dan Fathur Rahman menjelaskan, KTS sebenarnya sudah berdiri lama, akan tetapi baru secara resmi lahir pada 7 Mei dua tahun lalu.
''Kalau awalnya berdiri ya dari komunitas di facebook, dan komunitas pertama di Jawa Tengah. Antusias pun makin tinggi, akhirnya kita membuat kopdar. Pada kopdar kedua tercetus pembentukan pengurus sekalian menggelar gantangan pada 7 Mei 2015. Dan 7 Mei 2017, kita gelar ulang tahun sekalian menggelar gantangan yang cukup besar di Kesatrian,'' paparnya.
Paska berdiri di Semarang, komunitas trucukan pun berdiri juga berdiri di Yogyakarta, Kudus, Pekalongan, Klaten, Purworejo dan kota lain di Jawa Tengah disusul komunitas di berbagai kota di Indonesia.
KTS yang memiliki sekretariat di Jalan Kenconowungu IV No 8 Kelurahan Karangayu, Kecamatan Semarang Barat itu pun tidak hanya menggelar kopdar untuk bersilaturahim antar anggota, tetapi juag rutin menggelar pengajian dan ziarah.
''Ada sebagian besar anggota memercayai burung trucuk itu dulu dipelihara salah satu sunan Walisongo. Makanya, trucuk itu sebelum adzan Shubuh sudah mulai berkicau. Bahkan "titen" dengan pemiliknya. Ketika pemiliknya datang, langsung beraksi, berkicau maupun "nggaruda",'' kata Moga yang juga pemilik Mebel Kencana Jati Raya di Jalan Anjasmoro Raya No 15-17 itu.
Fathur Rahman juga menambahkan, di KTS, para pengurus maupun anggota tidak pernah menutup-nutupi cara memelihara trucuk mulai dari bakalan hingga mampu berkicau dan beraksi yang baik. Karena, di komunitas itu, sifatnya terbuka, dan suka bergurau bersama demi kebaikan dan kebersamaan.
''Di facebook saja, kami tidak ada istilah blokir-memblokir. Kita ingin semuanya akrab. Kalau bertemu saja sering saling pijat antar anggota, sharing soal perawatan, terapi dan segala macamnya. Soal harga pun kami tidak ada patokan, kalau senang ya langsung bayar. Intinya, burung "ndesa", tapi harganya kota,'' ujarnya. (KS)
BURUNG Trucukan merupakan burung yang suka memakan buah-buahan. Jenis buah yang di sukainya adalah jenis pisang dan pepaya. Burung dengan nama latin Pycnonotus Goiavier ini biasanya sering ditemui di pekarangan, areal persawahan, perkebunan dan populasinya pun banyak tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia.
Di pasaran, harga burung trucuk bakalan mulai sekitar Rp 15 ribu-an. Akan tetapi, munculnya komunitas penggemar trucuk, harganya pun mencapai Rp 15 juta. Seperti diakui oleh pendiri Komunitas Trucukan Semarang (KTS), Moga Rahmat, kepada saya.
''Dulu Trucuk memang dipandang sebelah mata, dianggap burung murahan. Berdirinya KTS, burung ini pun naik kelas. Harganya melonjak, dan setiap perlombaan, sudah ada kelasnya,'' tuturnya.
KTS sendiri menurut Moga yang didampingi pengurus lainnya, Manggala Hartuko dan Fathur Rahman menjelaskan, KTS sebenarnya sudah berdiri lama, akan tetapi baru secara resmi lahir pada 7 Mei dua tahun lalu.
''Kalau awalnya berdiri ya dari komunitas di facebook, dan komunitas pertama di Jawa Tengah. Antusias pun makin tinggi, akhirnya kita membuat kopdar. Pada kopdar kedua tercetus pembentukan pengurus sekalian menggelar gantangan pada 7 Mei 2015. Dan 7 Mei 2017, kita gelar ulang tahun sekalian menggelar gantangan yang cukup besar di Kesatrian,'' paparnya.
Paska berdiri di Semarang, komunitas trucukan pun berdiri juga berdiri di Yogyakarta, Kudus, Pekalongan, Klaten, Purworejo dan kota lain di Jawa Tengah disusul komunitas di berbagai kota di Indonesia.
KTS yang memiliki sekretariat di Jalan Kenconowungu IV No 8 Kelurahan Karangayu, Kecamatan Semarang Barat itu pun tidak hanya menggelar kopdar untuk bersilaturahim antar anggota, tetapi juag rutin menggelar pengajian dan ziarah.
''Ada sebagian besar anggota memercayai burung trucuk itu dulu dipelihara salah satu sunan Walisongo. Makanya, trucuk itu sebelum adzan Shubuh sudah mulai berkicau. Bahkan "titen" dengan pemiliknya. Ketika pemiliknya datang, langsung beraksi, berkicau maupun "nggaruda",'' kata Moga yang juga pemilik Mebel Kencana Jati Raya di Jalan Anjasmoro Raya No 15-17 itu.
Fathur Rahman juga menambahkan, di KTS, para pengurus maupun anggota tidak pernah menutup-nutupi cara memelihara trucuk mulai dari bakalan hingga mampu berkicau dan beraksi yang baik. Karena, di komunitas itu, sifatnya terbuka, dan suka bergurau bersama demi kebaikan dan kebersamaan.
''Di facebook saja, kami tidak ada istilah blokir-memblokir. Kita ingin semuanya akrab. Kalau bertemu saja sering saling pijat antar anggota, sharing soal perawatan, terapi dan segala macamnya. Soal harga pun kami tidak ada patokan, kalau senang ya langsung bayar. Intinya, burung "ndesa", tapi harganya kota,'' ujarnya. (KS)


Comments
Post a Comment