Bengkel Mbah Diro, Berburu Spare Part Sampai ke Inggris dan Jerman Lho...

Pemilik bengkel motor tua, Sudiro tengah memperbaiki BSA produksi 1956 di bengkelnya Jalan Temugiring 1 Banyumanik dibantu karyawannya, Sukoyo "Kobong".
Motor-motor tua dianggap oleh sebagian orang "ketinggalan jaman". Tetapi bagi penggemarnya, memiliki motor tua menjadi kebanggaan tersendiri. Terlihat elegan, vintage, dan eksklusif ketika melintas di jalanan yang dipenuhi motor-motor baru. Bagaimana merawatnya agar tetap bisa melaju di jalan raya?

ANEKA motor tua seperti Harley-Davidson WLA produksi 1937, BSA keluaran 1952 dan 1956, AJS produksi 1956, BMW tahun 1953, Ariel tahun 1935, Royal Enfield tahun 1952, berjajar di depan rumah Jalan Temugiring I No 14 RT 4 RW 4, Kelurahan Banyumanik, Kecamatan Banyumanik.
Seorang lelaki tua, Sudiro (69) atau yang akrab disapa Mbah Diro, nampak sibuk memasang dudukan CDI motor BSA hijau dibantu karyawannya, Sukoyo "Kobong". Sistem pengapian yang sebelumnya menggunakan platina itu harus diganti. Agar sistem pengapian yang dihasilkan sempurna.
Bengkel yang dibuka sejak 1980 itu menurut bapak tiga anak dan lima cucu itu berawal dari kegemarannya mengoleksi motor tua usai lulus SMA dan bekerja di PT Mega Rubber. Ia membeli BMW produksi 1953 dan BSA produksi 1956.
Meski kondisi mesinnya hidup, sesekali motor miliknya itu bermasalah. Ia pun mencoba mengutak-atik sendiri.
Hingga akhirnya, tidak sedikit teman-temannya yang juga memiliki motor tua meminta kepada dirinya untuk memperbaiki. Karena terikat kerja sebagai karyawan, ia hanya mampu memperbaiki sepulang kerja atau malam hari.
''Kerusakan motor tua biasanya pada mesin, laker, kaki-kaki dan sistem pengapian. Motor yang saya tangani ada BSA, Norton, Ariel, BMW, Triumph, AJS, Harley-Davidson, DKW, Royal Enfield, DKW Hummel, ada pula Suzuki GSX,'' tuturnya.
Karena sudah tidak lagi diproduksi, Sudiro pun biasanya mencari spare part ke komunitas, atau "ngakali" dengan membuatnya di bengkel bubut. Ketika tidak mendapatkan solusi, ia pun terpaksa mengimpor atau berburu ke Singapura, Jerman, Amerika, hingga Inggris.
Khusus motor produksi Inggris, menurut Sudiro mudah didapat, karena masih tersedia stok yang lama. Meski harus menunggu mulai dua minggu hingga sebulan lebih untuk pengiriman. Karena, barang-barang tersebut juga harus melalui bea cukai.
''Kendalanya, kadang, barangnya sama, tetapi, ketika sudah dipasang, tidak sinkron dengan sistem lainnya. Misalnya dengan pengapian atau bahan bakar. Ini yang harus dikejar dan harus jadi, karena tantangan. Dan menjadi kebahagiaan ketika bisa diselesaikan, motor bisa hidup,'' paparnya.
Bahkan, Sudiro kadang harus mengadopsi dari tiga unit motor, untuk menjadikan satu unit motor yang bisa dipacu mendekati sempurna. Untuk menggarapnya pun, konsumen yang datang kepadanya harus sabar. Pasalnya, memperbaiki motor tua diperlukan kecermatan dan ketelatenan.
Agar bengkel tetap bisa melayani para penggemar motor tua, Sudiro pun memberikan "ilmunya" sekaligus menyiapkan generasi kepada anak keduanya, Didik "Timbul" Setiawan (37) dan anggota Komunitas Brokennoken Motor Club Indonesia, Sukoyo atau yang akrab disapa Kobong.
''Kalau konsumen, selain dari Kota Semarang dan sekitarnya, juga datang dari Surabaya, Solo, Gresik, Cirebon, Jakarta hingga Kalimantan. Ada yang diantar sendiri, ada pula yang melalui paket khusus,'' jelas Sudiro yang pernah melakukan touring hingga Lampung dan Bali menggunakan BSA koleksinya itu.
Sudiro juga menambahkan, memiliki motor tua merupakan hobby dan mampu memuaskan kebutuhan batin. Apalagi, ketika berkumpul dengan sesama pemilik. Dari jalinan pertemanan, dapat meningkat menjadi persaudaraan dan jalinan kebersamaan.
''Sesama pemilik motor tua, ketika melihat ada pemilik yang sedang mogok di jalan, meski tidak kenal, pasti ditolong. Ketika touring bersama, mogok satu, lainnya harus berhenti dan menolong, lapar satu, lapar semua, kenyang satu, kenyang semua,'' tandasnya. (KS)

Comments