Libur sekolah, Natal dan Tahun Baru 2017 sedang berjalan. Warga Kota Semarang dan sekitarnya pun mulai mengunjungi beberapa obyek wisata. Tetapi, apakah Candi Tugu atau masyarakat menyebutnya Watu Tugu menjadi salah satu destinasi pilihan? Bagaimana kisahnya?
DARI Jalan Raya Semarang-Kendal atau tepatnya dari depan Kantor Kelurahan Tambak Aji, bangunan berwarna hitam seperti Candi Gedongosongo nampak jelas berada di antara rimbunnya pepohonan di atas bukit kecil.
Untuk menuju tempat itu, saya pun memutuskan melintasi kawasan industri di Jalan Cakrawala yang berdiri beberapa perusahaan seperti Semarang Autocomp Manufacturing, Anugrah Sukses Abadi, Cargill Indonesia dan Adhi karya.
Sampai di perusahaan pengolah batuan menjadi pasir yang tidak ada papan namanya, keberadaan candi pun makin terlihat jelas. Letaknya di bukit teratas kawasan industri. Untuk memasuki kawasan candi, harus berjalan menaiki anak tangga melintasi gapura dari batu hitam.
Posisi Candi Tugu ini tepatnya berada di Jalan Mangkang KM 11, atau sekitar 2 km dari kampus UIN Walisongo, atau sekitar 800 meter dari RSUD Tugurejo. Lokasi Candi Tugu ini sepertinya tak diketahui oleh banyak wisatawan luar.
Karena memang lokasinya yang jauh dari perkotaan, serta tidak memiliki akses masuk seperti pada lokasi-lokasi wisata di Semarang pada umumnya. Untuk menuju lokasi Candi Tugu ini dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi. Dan tidak ada tiket masuk atau tidak dipungut biaya sama sekali.
''Candi itu sudah lama tidak dikunjungi masyarakat, karena jalan akses satu-satunya yang nyaman ya lewat kawasan industri. Kalau dari Jalan Tugurejo, kendaraan harus ditinggal dan jalan kaki menanjak,'' ujar Suprapto (38) salah satu pekerja di kawasan industri itu, kemarin.
Candi Tugu itu mulanya menurut masyarakat sekitar disebut Watu Tugu (Batu Tugu). Bentuk dan teksturnya yang menyerupai stupa candi sehingga kebanyakan orang menyebutnya dengan sebuah Candi Tugu.
Sementara disampingnya, berdiri candi yang mirip dengan Candi Gedongsongo, Dan benarlah. Karena, di dinding candi tertulis "Duplikat Candi Gedong9 Atas Prakarsa PT Tanah Mas Semarang Bp Djamin CH Dibuat Th 1984-1985 Karya PT D Djayaprana Muntilan Dilindungi Dinas Purbakala."
Ada beberapa pemahaman antara para ilmuwan dan juga masyarakat sekitar mengenai Candi Tugu ini. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa bangunan Tugu tersebut adalah sebuah pembatas antara kerajaan Majapahit dan Pajajaran.
Memang sampai saat ini masih ada pemahaman beragam akan keberadaan Watu Tugu. Para ilmuan masih menyakini, Watu Tugu adalah batas dua kerajaan besar dizamannya yaitu Majapahit dan Pajajaran. Sementara itu, dalam tradisi bertutur di masyarakat Tugu, Watu Tugu merupakan tiang tambatan kapal. Cerita bertutur masyarakat ini dikaitkan dengan temuan besi jangkar kapal di lokasi situs pada era 70-an. Sehingga masyarakat Tugu menyakini bahwa dulunya, lokasi Watu Tugu merupakan dermaga atau pelabuhan.
Sayangnya, asumsi-asumsi yang berkembang dimasyarakat terkait dengan keberadaan Watu Tugu semakin sulit untuk dilacak. Kondisi geologi tanah yang mengalami perubahan drastis dengan adanya pemotongan bukit-bukit disekitar wilayah Kecamatan Tugu mengganggu proses rehistory keberfungsian lahan. Bahkan bukit vital penopang yang menghubungkan antara Watu Tugu dengan Makam Tugu sudah rata dengan tanah, berubah menjadi perkampungan penduduk.
Menurut buku berjudul "Candi Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains" yang ditulis oleh VĂ©ronique Myriam Yvonne Degroot, Watu atau Candi Tugu ditemukan pertama kali oleh Verbeek pada 1891. Dan candi itu merupakan sisa-sisa pondasi persegi yang ditemukan bersama-sama dengan batas-batasnya.
Pilar memiliki ketinggian 2,30 meter, sedangkan puncak, memiliki tinggi 1,10 meter. Cerita sejarah pemugaran candi pun tertulis di prasasti yang ada di pondasi candi. Prasasti itu kurang lebih mengisahkan bahwa Watu Tugu pernah dipugar berdasarkan saran dari sejarawan Belanda bernama J Knebel pada 1938. (KS)
DARI Jalan Raya Semarang-Kendal atau tepatnya dari depan Kantor Kelurahan Tambak Aji, bangunan berwarna hitam seperti Candi Gedongosongo nampak jelas berada di antara rimbunnya pepohonan di atas bukit kecil.
Untuk menuju tempat itu, saya pun memutuskan melintasi kawasan industri di Jalan Cakrawala yang berdiri beberapa perusahaan seperti Semarang Autocomp Manufacturing, Anugrah Sukses Abadi, Cargill Indonesia dan Adhi karya.
Sampai di perusahaan pengolah batuan menjadi pasir yang tidak ada papan namanya, keberadaan candi pun makin terlihat jelas. Letaknya di bukit teratas kawasan industri. Untuk memasuki kawasan candi, harus berjalan menaiki anak tangga melintasi gapura dari batu hitam.
Posisi Candi Tugu ini tepatnya berada di Jalan Mangkang KM 11, atau sekitar 2 km dari kampus UIN Walisongo, atau sekitar 800 meter dari RSUD Tugurejo. Lokasi Candi Tugu ini sepertinya tak diketahui oleh banyak wisatawan luar.
Karena memang lokasinya yang jauh dari perkotaan, serta tidak memiliki akses masuk seperti pada lokasi-lokasi wisata di Semarang pada umumnya. Untuk menuju lokasi Candi Tugu ini dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi. Dan tidak ada tiket masuk atau tidak dipungut biaya sama sekali.
''Candi itu sudah lama tidak dikunjungi masyarakat, karena jalan akses satu-satunya yang nyaman ya lewat kawasan industri. Kalau dari Jalan Tugurejo, kendaraan harus ditinggal dan jalan kaki menanjak,'' ujar Suprapto (38) salah satu pekerja di kawasan industri itu, kemarin.
Candi Tugu itu mulanya menurut masyarakat sekitar disebut Watu Tugu (Batu Tugu). Bentuk dan teksturnya yang menyerupai stupa candi sehingga kebanyakan orang menyebutnya dengan sebuah Candi Tugu.
Sementara disampingnya, berdiri candi yang mirip dengan Candi Gedongsongo, Dan benarlah. Karena, di dinding candi tertulis "Duplikat Candi Gedong9 Atas Prakarsa PT Tanah Mas Semarang Bp Djamin CH Dibuat Th 1984-1985 Karya PT D Djayaprana Muntilan Dilindungi Dinas Purbakala."
Ada beberapa pemahaman antara para ilmuwan dan juga masyarakat sekitar mengenai Candi Tugu ini. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa bangunan Tugu tersebut adalah sebuah pembatas antara kerajaan Majapahit dan Pajajaran.
Memang sampai saat ini masih ada pemahaman beragam akan keberadaan Watu Tugu. Para ilmuan masih menyakini, Watu Tugu adalah batas dua kerajaan besar dizamannya yaitu Majapahit dan Pajajaran. Sementara itu, dalam tradisi bertutur di masyarakat Tugu, Watu Tugu merupakan tiang tambatan kapal. Cerita bertutur masyarakat ini dikaitkan dengan temuan besi jangkar kapal di lokasi situs pada era 70-an. Sehingga masyarakat Tugu menyakini bahwa dulunya, lokasi Watu Tugu merupakan dermaga atau pelabuhan.
Sayangnya, asumsi-asumsi yang berkembang dimasyarakat terkait dengan keberadaan Watu Tugu semakin sulit untuk dilacak. Kondisi geologi tanah yang mengalami perubahan drastis dengan adanya pemotongan bukit-bukit disekitar wilayah Kecamatan Tugu mengganggu proses rehistory keberfungsian lahan. Bahkan bukit vital penopang yang menghubungkan antara Watu Tugu dengan Makam Tugu sudah rata dengan tanah, berubah menjadi perkampungan penduduk.
Menurut buku berjudul "Candi Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains" yang ditulis oleh VĂ©ronique Myriam Yvonne Degroot, Watu atau Candi Tugu ditemukan pertama kali oleh Verbeek pada 1891. Dan candi itu merupakan sisa-sisa pondasi persegi yang ditemukan bersama-sama dengan batas-batasnya.
Pilar memiliki ketinggian 2,30 meter, sedangkan puncak, memiliki tinggi 1,10 meter. Cerita sejarah pemugaran candi pun tertulis di prasasti yang ada di pondasi candi. Prasasti itu kurang lebih mengisahkan bahwa Watu Tugu pernah dipugar berdasarkan saran dari sejarawan Belanda bernama J Knebel pada 1938. (KS)
jadi pengen kesana deh nice
ReplyDeleteharga truck scania terbaru