Perumahan Tanah Mas : "Golden Land" Yang Ditinggalkan Penghuninya

Pada awal 1970-an, kawasan perumahan Tanah Mas menjadi kebanggaan para penghuninya sekaligus menjadi pemukiman favorit. Karena menjadi konsep pertama perumahan yang dipasarkan dengan sistem KPR BTN serta serta letaknya yang strategis, berjarak 2 KM dari Stasiun Poncol, 3 KM dari Tugu Muda dan kurang dari 4 KM dari Pasar Johar. Bagaimana dengan sekarang?

GOLDEN Land, adalah istilah yang sering digunakan oleh beberapa warga yang saat ini masih tinggal di perumahan Tanah Mas. Istilah ini sering dipergunakan karena nama Tanah Mas terlanjur identik dengan banjir rutin dan rusaknya jalan lingkungan.
Bertahun tahun Tanah Mas menjadi kebanggaan bagi penghuninya dan tentunya harga jual pun merambat naik, bahkan ketika beberapa perumahan baru mulai muncul, Tanah Mas tetap merupakan perumahan favorit. Akan tetapi, seiring dengan pembangunan perumahan baru di kawasan pantai utara Kota Semarang, pada awal 1987, air pasang laut atau yang biasa disebut dengan rob pun mulai merambah ke jalan dan beberapa blok. Akhirnya, perumahan ini pun mulai ditinggal oleh pemiliknya dengan menjualnya atau pindah ke pemukiman yang bebas banjir maupun rob.
Seperti yang disampaikan salah satu sesepuh Perumahan Tanah Mas, Mujiono (50). Sejak kawasasn itu sering dilanda rob dan banjir, satu persatu warganya mulai enggan tinggal di rumah dan memilih untuk tinggal di tempat saudaranya atau memilih mengontrak di tempat yang bebas banjir.
''Tetapi, juga tidak sedikit warga yang kemudian menjualnya. Ada beberapa yang sampai 10 tahun tidak laku, akhirnya dibiarkan saja hingga rumah itu dipenuhi dengan rumput liar dan beberapa bagian rumahnya terlihat rusak. Ada pula yang kemudian meninggikan rumahnya, tetapi tidak dihuni hanya sebagai gudang,'' tuturnya.
Dalam sejarahnya, konsep perumahan Tanah Mas membuka pandangan baru tentang konsep rumah bagi kebanyakan orang Semarang dan sekitarnya. Rumah-rumah yang tersusun rapi dan nyaris seragam bentuknya dalam satu blok, dengan pohon penghijauan yang tertata rapi menghiasi sepanjang jalan lingkungan yang ada diperumahan saat itu, betul betul merupakan konsep baru.
''Pada 1983, harga jual tanah sekitar Rp 60 ribu per m2 (untuk rumah type CM, dengan luas 120 m2). Sekarang sudah Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta per m2, bahkan ada yang lebih,'' imbuh Nawawi (56) warga di Jl Tanjung Mas Timur.
Warga pun menurutnya saat ini sudah cukup tenang setelah beberapa infrastruktur diperbaiki seperti peninggian jalan, pengadaan pompa air serta PT Tanah Mas Panggung selaku pengembang perumahan Tanah Mas telah menyerahkan sebagian lahannya untuk pembangunan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) perumahan kepada Pemerintah Kota Semarang.
Sekda Kota Semarang Adi Tri Hananto menjelaskan, PSU yang diserahkan pada pertengahan 2015 lalu merupakan sebagian, yang kemudian akan diserahkan secara bertahap. Luas lahan yang diserahkan sebanyak 51,1 KM dan 27.223 m2.
''Lahan-lahan yang diserahkan terdiri dari jaringan jalan sepanjang ± 48 KM dengan luas ± 349.462 m2. Jaringan drainase air hujan sepanjang ± 3,1 KM dengan luas 37.562 m2 dan sarana umum seperti kantor kelurahan, peribadatan, RTH/ taman, lahan untuk pendidikan, dan olah raga dengan luas 27.223 m2,'' jelasnya. (KS)

Comments