Syekh Maulana Jumadil Kubro Pencetus Berdirinya Walisongo, Dikubur Jadi Satu dengan Perahu

Maula ya shalli wa sallim daiman abada
'Ala habibika khairil khalqi kullihimi
Huwal habibul ladhi turja syafa'atuhu
Likulli haulin minal ahwali muqtahami
Ya rabbi bil Mustafa balligh maqashidana
Waghfir lana ma madha ya wasi'al karami...

SHALAWAT sanjungan kepada Nabi Muhammad Saw melantun dari puluhan jamaah yang duduk bersila mengelilingi makam Syekh Jumadil Qubro yang ada di Jalan Arteri Yos Sudarso setelah sebelumnya mereka membaca zikir dan tahlil.
Sesaat kemudian, para jamaah yang berasal dari Kandangan, Temanggung itu pun berjalan keluar areal makam dan naik ke bus besar yang di parkir di tepi Jalan Arteri Yos Sudarso untuk ziarah Walisongo.
''Sudah jadi kebiasaan, sebelum ziarah Walisongo, makam yang kita ziarahi adalah makam Syekh Jumadil Kubro. Karena dikenal sebagai pencetus berdirinya Walisongo,'' kata H Syamsuri, pemimpin rombongan.
Salah satu pembina Yayasan Syekh Jumadil Kubro, Masyhudi Sutrisno (72) saat ditemui usai melepas rombongan peziarah menuturkan kisah awal ditemukannya makam oleh ayahnya Supardi atau Muhammad Fadholi, nama setelah Supardi menunaikan haji.
''Bapak dulu nyantri di Mbah KH Muhammad Mudzakir. Oleh Mbah Mudzakir beliau diminta untuk mengurus makam yang ada di pulau kecil di tengah tambak. Bapak pun kemudian istikharah dan mendapat petunjuk, jika makam itu adalah makam Syekh Jumadil Kubro,'' tuturnya.
Saat ditemukan, makam itu benar-benar di tengah tambak. Karena pada saat itu, kawasan makam yang kini merupakan wilayah Kelurahan Terboyo Kulon berupa rawa dan tambak. Bentuk makam pun hanya berwujud gundukan tanah dengan dua patok dari kayu dengan panjang empat meteran. Konon, menurut cerita, makam Syekh Jumadil Kubro ditutup dengan perahu.
''Jarak empat meter itu adalah perahu yang dibalik. Patok itu merupakan cukrik perahu. Bukan tinggi badan Syekh Jumadil Kubro,'' ujar bapak lima anak dan 16 cucu itu.
Oleh Supardi, makam itu pun kemudian ditutupi bangunan dari papan dan kayu dengan atap genteng. Saat Supardi menjadi modin kemudian menjadi kepala desa, ia rutin mengajak warga untuk menggelar haul tiap bakda shalat Jumat, pada Jumat terakhir bulan Dzulhijjah.
Seiring perkembangan jaman, kawasan di sekitar makam itu pun kemudian diurug dan menjadi perkampungan. Supardi pun berkeinginan untuk membangun komplek makam menjadi lebih baik.
''Keinginan itu disambut dengan robohnya papan dan atap makam, meski saat itu tidak ada angin maupun hujan. Dan akhirnya sekarang menjadi seperti ini, sudah ada masjid, lahan parkir dan WC,'' katanya didampingi Afwan, juru kunci makam.
Kebiasaan warga berziarah ke makan Syekh Jumadil Kubro sebelum ke Walisongo pun diiyakan oleh Masyhudi. Karena, Syekh Jumadil Kubro dari silsilah yang ada, dikenal sebagai pencetus berdirinya Walisongo. Ia juga cucu ke-18 dari Nabi Muhammad Saw. Dia pula yang mengajarkan ajaran agama Islam melalui ilmu hikmah, yakni tidak meninggalkan adat budaya Jawa dalam menegakkan syariat Islam.
Keturunan Syekh JUmadil Kubro juga menjadi tokoh penting dalam penyebaran Islam di Jawa, Sunan Bonang dan Sunan Drajad. Syekh Maulana Jumadil Kubro juga merupakan ulama dari Jeddah yang ahli militer dan berilmu tinggi.
Dia wafat pada 1465 M, tidak lama setelah mengunjungi anak cucunya keturunan dari Syeh Maulana Ishaq di daerah Semarang dan sekitarnya (Demak, Kalipucang Welahan Jepara).
Dalam beberapa sumber sejarah, penyebaran agama Islam di Pulau Jawa pertama kali dilakukan Syekh JUmadil Kubro pada akhir abad 14 (tahun 1399). Sasaran kegiatan dakwahnya yang pertama kali adalah di lingkungan Kerajaan Majapahit, yaitu daerah Trowulan, Mojokerto, yang saat itu masyarakatnya penganut kuat ajaran Hindu-Buddha. (KS)

Comments