Nama Jalan dan Gang di Kawasan Pecinan, Dari Aktifitas Ekonomi hingga Kebiasaan Masyarakat

MEMPERBINCANGKAN kawasan Pecinan Semarang seolah tak ada habisnya. Menyusuri Kawasan Pecinan, kita akan bertemu dengan nama gang maupun nama jalan yang kebanyakan orang menyebutnya unik. Kondisi gang-gang yang ada saat ini pun cukup lebar dan memadai sebagai sarana transportasi, berbeda dengan  kondisi awal pembetukannya.
Dosen Undip Titik Suliyati menuturkan, dinamika Kawasan Pecinan tercermin dari penamaan atau toponim dari jalan-jalan atau kampung-kampung kecil yang terdapat di lingkungan itu dan terbentuk dari beberapa unsur yaitu jalan dan kampung-kampung kecil yang ada di dalamnya.
''Penamaan jalan dan kampung-kampung yang ada di Pecinan dan sekitarnya berkaitan dengan perkembangan aktifitas ekonomi, situasi kondisi alamiah, nama tokoh, flora dan etnisitas,'' katanya.
Gang Beteng, misalnya, merupakan nama jalan yang berdekatan dengan benteng yang dibangun di kawasan Pecinan untuk keamanan masyarakat. Gang Kranggan merupan nama jalan yang terletak berdekatan dengan kawasan Pecinan. Nama "kranggan" berasal dari kata "rangga" yaitu salah satu sebutan pejabat pemerintah pribumi. Selain itu "rangga" juga mempunyai arti sebagai pembuat keris.
Gang Pinggir sendiri merupakan sebutan masyarakat untuk jalan yang letaknya berada di posisi paling pinggir dari kawasan Pecinan. Gang Pinggir dahulu disebut sebagai Pecinan Wetan (Pecinan Timur) atau Tang-kee. Nama jalan Gang Warung mengandung dua pengertian yaitu "gang" dan "warung". Disebut Gang Warung karena sejak awal pembentukan kawasan Pecinan di jalan tersebut banyak warung-warung yang  dibangun oleh masyarakat. Sebelum namanya menjadi Gang Warung, masyarakat menyebutnya sebagai Pecinan Lor (Pecinan Utara) atau A-long-kee.
Setelah kawasan Pecinan semakin ramai dan penduduknya mulai membangun rumah-rumah di tengah kawasan, muncul jalan-jalan baru yang merupakan jalan level kedua yang merupakan jalan-jalan yang tidak terlalu luas dan bukan sebagai akses jalan utama, yaitu jalan Gang Lombok, Gang Petudungan, Gang Baru, Gang Belakang, Gang Gambiran, Gang Tengah, Gang Besen).
Perubahan fisik terjadi ketika masyarakat tidak mampu mempertahankan kondisi lingkungan yang dapat  menyejahterakan masyarakatnya. Hal ini dapat kita lihat pada beberapa bangunan fisik seperti Bandar yang terdapat di kawasan Pecinan tidak berfungsi karena pendangkalan yang terjadi di Sungai Semarang. Diperkirakan pada akhir abad ke-19 Bandar di Pecinan sudah tidak berfungsi. Walaupun secara fisik bandar ini sudah tidak ada, namun masyarakat masih menggunakan nama Sebandaran untuk menyebut kampung/ lokasi bandar pada masa lalu.
Nama unik lainnya adalah daerah yang menjadi identitas awal Pecinan,Tjap Kauw King. Nama jalan tersebut berdasarkan jumlah rumah yang ada, yaitu 19 rumah (cap adalah sepuluh, dan kauw  adalah sembilan). Sekarang jalan ini dikenal sebagai Jalan Wotgandul. Sembilan belas rumah yang menjadi land mark jalan ini sudah berubah.
''Perubahan yang terjadi di Kawasan Pecinan adalah menghilangnya nama-nama Cina yang semula dipakai sebagai nama jalan dan nama kampung. Toponim yang semula dipakai sebagai nama jalan dan kampung sebagai penanda aktifitas atau kondisi lingkungan atau kondisi sosial masyarakat yang spesifik atau khas, pada perkembangannya kemudian toponim tersebut tidak ada lagi korelasinya dengan aktivitas dan kondisi lingkungan dan sosial yang berlansung di jalan atau kampung tersebut,'' imbuh penulis buku Pecinan Semarang dan Dar-Der-Dor Kota, Tubagus P Svarajati.
Sebagai kawasan  kuno yang telah mengalami dinamika dalam aktivitas ekonomi, politik, sosial dan budaya, Pecinan memiliki makna penting dalam sejarah perkembangan kota. Banyak hal yang telah berubah pada kawasan Pecinan, tetapi banyak pula yang tidak berubah. Bangunan-bangunan ibadah dan aktivitas budaya masyarakat diupayakan lestari. Bangunan-bangunan ibadah yang berupa kelenteng merupakan salah satu unsur budaya yang dapat menjadi identitas dan menguatkan eksistensi masyarakat Cina di Pecinan Semarang. (KS)

Comments