Kisah Penjaga Rumah Pompa : Diprotes Warga hingga Seminggu Tak Pulang

Keberadaan pompa air yang ada di wilayah Semarang diharapkan mampu untuk mengatasi banjir maupun genangan rob. Akan tetapi, keberadaan pompa itu sendiri masih belum maksimal. Meski para petugas sudah menjalankan tugasnya. Bagaimana kisah para penjaga rumah pompa di Kota Semarang? Berikut laporannya.

ALIRAN sungai Kali Banger, Senin (31/5) sore makin meninggi. Seorang lelaki yang bertugas berjaga Rumah Pompa Sedompyong yang ada di Kelurahan Kemijen pun tak lepas memandangi tepi tanggul.
Aliran air pun nampak tenang mengalir ke Utara bersama sampah yang beragam jenisnya. Jembatan yang menghubungkan Kampung Penjaringan dan Sedompyong pun sudah tenggelam. Di dua ujung jembatan pun nampak beberapa warga tengah memasang karung yang sudah diisi dengan pasir dan tanah.
Sementara, lelaki yang bernama lengkap Giriyanto (23) itu tetap tenang. Ketika saya menyapanya, lelaki yang mengaku baru tiga tahun bekerja dengan status honorer sebagai penjaga rumah pompa itu pun langsung memberikan senyum ramah.
''Kalau bicara kendala, saya sering mendapat protes dari warga. Ketika Kali Banger melimpas ke kampung, pintu air dari saluran Pengapon yang mengalir ke Kali Banger disuruh menutup, agar genangan air sampai di Kantor Kelurahan Kemijen, tapi saya tidak bisa melakukannya, air harus semuanya dibuang ke Kali Banger. Yang mejadi masalah adalah talut sebenarnya yang ketinggiannya hanya 30 sentimeter,'' tuturnya.
Sehingga, menurut Giri, sapaan akrab Giriyanto, ketika elevasi Kali Banger meninggi, ia pun hanya bisa mengurangi debit air yang menggenangi kampung serta memasang tumpukan karung yang telah diisi dengan pasir maupun tanah ke talud yang mengalirkan limpasan air dari Kali Banger.
Tanggung jawab yang sangat besar sebagai operator pompa juga dialami oleh Suparno Widodo (56) sejak bertugas dibawah Dinas PSDA dan ESDM Kota Semarang sejak 2006 di Jalan Raya Kaligawe untuk untuk mengendalikan banjir dan rob, berkapasitas masing-masing 100 liter/detiknya membuat dia selalu siaga.
''Sudah seminggu ini saya tidak pulang kerumah, saya paling tidur di tenda kecil bersebelan dengan mesin penyedot, karena terus memantau kalau air akan naik ke jalan mesin pasti dihidupkan. Dan itu bisa sehari semalam mesin hidup untuk menghalau rob yang datang,'' kata Widodo yang juga masih berstatus honorer.
Widodo pun mengakui, terpaksa harus mematikan mesin pompa ketika Kali Tenggang sudah tidak mampu menahan arus air atau sudah meluap.
''Kami tidak bisa berbuat banyak apabila Kali Tenggang sudah membludak alias meluap ke Jalan Kaligawe sebelah timur palang Kereta Api,'' katanya.
Sementara itu, penjaga pintu Bendungan Pucanggading sebagai alah satu penyelamat banjir di Kota Semarang, Asmuni (36), setiap hari harus memastikan debit air Kali Babon tidak boleh melebihi 78 meter kubik per detik, aliran ke Banjirkanal Timur tidak boleh melebihi 145 meter kubik per detik.
Karena, menurutnya luas daerah tangkapan Banjirkanal Timur hanya sekitar 29,7 kilometer persegi (km2) yang meliputi daerah tangkapan Kali Candi (5,8 km2), Kali Bajak (6,8 km2), dan Kali Kedungmundu (17,1 km2).
''Luas daerah genangannya sendiri mencapai 250 hektar, yang menjangkau daerah permukiman di sebelah utara Banjirkanal Timur. Kalau lebih, ya banjir yang terjadi. Maka, bendungan ini memiliki fungsi salahsatunya penyelamat banjir di Kota Semarang,'' ujar Asmudi yang sudah bekerja selama lima tahun dan berstatus honorer itu.
Asmuni pun mengakui, kendala terberat sebagai penjaga pintu bendungan, adalah ketika ketika aliran dari Ungaran sangat besar, dan banyak sampah yang menumpuk di pintu air. Terutama sampah seperti kayu, pohon dan bambu.
''Untuk membantu menaikkan sampah, kita minta tolong ke penjaga pintu dari Mluweh dan Batur. Karena, pada hari biasa, petugas penjaga di Bendungan Pucanggading hanya enam orang. Itupun terbagi dalam dua shift, siang dan malam. Ketika musim penghujan, tim jaga pun harus berangkat seluruhnya,'' paparnya.
Asmuni pun mengakui, setelah daerah Tembalang berdiri banyak perumahan, pihaknya sering menerima protes agar membuka pintu lebih tinggi lagi, karena wilayah perumahan seperti Dinar Mas kebanjiran. Tetapi ia menolaknya, karena ada aturan yang membatasi pembukaan pintu agar kawasan Semarang bawah tidak kebanjiran. (KS)

Comments