Kauman, Jadi Bagian Kota Lama Bernafaskan Islam

KAUMAN atau kampung Kauman secara legendaris merupakan kaum yang dihuni oleh masyarakat Jawa yang lebih cenderung religi beragama Islam. Dalam beberapa buku disebutkan, kauman berasal dari kata qaaimuddin yang memiliki arti orang-orang yang menegakkan agama Islam. Karena lidah orang Jawa sulit mengucapkannya, maka berubah menjadi kaum. Ketika para kaum berdiam di suatu tempat maka muncullah istilah Pakauman atau lebih dikenal Kauman untuk menyebut tempat itu.
Dalam berbagai literasi sejarah Jawa, Kauman sering disematkan pada kota-kota lama yang bernafaskan Islam. Tidak hanya di Semarang, di Surakarta, Yogjakarta, Demak terdapat tempat yang bernama Kauman. Karena pada era dulu,  Kauman merupakan ciri khas kebudayaan Jawa yang lebih dekat dengan agama Islam. Ciri khas utama Kauman adalah adanya Masjid Wali, bundaran Alun-alun, pusat pemerintahan dan pasar tradisional. Walaupun rumus tersebut tidak harus sama.
Di Semarang, Kauman merupakan salah satu kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Semarang Tengah. Akan tetapi, ciri khas Kauman di Kota Semarang kini hanya menyisakan sebuah masjid dan pasar tradisional. Alun-alun telah berubah menjadi menjadi kawasan pertokoan Pasar Yaik, Pasar Johar, gedung BPD dan Hotel Metro.
Sebagai pusat peradaban Islam, Kauman sangat berperan penting dalam perkembangan Kota Semarang seperti saat ini. Penduduk yang padat menjadi poin tersendiri bagi kebudayaan Jawa yang direpresentasikan dalam Kampung Kauman.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Kauman? Empat pilar utama yang menjadikan pencirikhasan Kauman adalah masjid, alun-alun, pasar dan pusat pemerintahan. Masjid sebagai tempat ibadah, alun-alun sebagai sarana sosial masyarakat dan pemerintah, pasar tradisional sebagai pusat bisnis dan kebutuhan sehari-hari, dan pusat pemerintahan merupakan komponen pengatur regulasi yang diterjemahkan kedalam peraturan (fatwa).
Di beberapa literasi sejarah juga tertulis, kawasan Kauman Semarang muncul ketika kerajaan Demak Bintoro berdiri. Nama Kauman sendiri berasal dari kata kaum sing aman (kaum = qoum = tempat tinggal orang Islam). Jadi Kauman bisa bermakna tempat tinggal masyarakat Islam yang aman.
Ketika kerajaan Demak Bintoro sudah berdiri kokoh, maka untuk mempersatukan Demak dengan wilayah sekitarnya perlunya birokrasi pemerintahan yang bisa mengaturnya, salah satu tokoh yang memengang peran penting adalah Ki Ageng Pandan Arang I. Ki Ageng Pandan Arang merupakan putra dari Panembahan Sabrang Lor (Sultan Kedua dari Kesultanan Demak), pada awal babat alas diwilayah Semarang sebenarnya wilayah yang dituju disekitar Pragota (sekarang bernama Bergota).
Namun kemudian zaman berkembang, maka Ki Ageng Pandan Arang kemudian juga menyebarkan Islam dan wilayahnya hingga Pedamaran (sekarang jalan Pedamaran yang berada di wilayah Semarang Tengah dan masih ada Pasar Pedamaran dan berkembang lagi menjadi pasar Yaik dan Johar). Perkembangan tidak hanya sampai pusat ekonomi, namun juga pusat religi dengan membangun masjid yang berada disebelah barat kali mberok yang sekarang bernama Masjid Agung Semarang atau biasa disebut Masjid Kauman.
''Kauman sekarang berbeda dengan jaman dahulu. Selain alun-alun yang sudah tidak ada, sepanjang Jalan Kauman sekarang menjadi pertokoan. Kegiatan keagamaan yang menonjol ya hanya di Masjid Agung Semarang dan di Pondok Pesantren Radhatul Quran,'' tutur Marzuki (51) warga Jalan Bangunharjo 387 B, Kelurahan Kauman. (KS)

Comments