De Vredestein atau Wisma Perdamaian, Pernah Digunakan untuk Pesta Ulang Tahun Ratu Inggris

WARGA Semarang tentu tahu keberadaan Wisma Perdamaian, namun tidak banyak yang mengetahui sejarah dan asal usulnya. Ya, Wisma Perdamaian dahulu dikenal dengan nama De Vredestein yang artinya istana perdamaian. Dinamakan begitu karena Belanda saat itu merasa kehidupan yang damai.
Bangunan yang terletak di dekat bundaran Tugu Muda atau tepatnya tepatnya di Jalan Imam Bonjol No 209 Semarang, Kecamatan Semarang Barat itu memiliki luas lahan sekitar 15.000 m2 dengan luas total bangunan 6.500 m2.
Seperti yang disampaikan Kepala Program Studi Arsitektur Undip, Totok Roesmanto, kemarin. Menurut dia, Wisma Perdamaian dulunya digunakan sebagai rumah dinas petinggi VOC yang menjabat sebagai Gouverneur van Java's Noord-Oostkust (Gubernur Jawa Utara Bagian Pesisir Timur) dan pertama kali digunakan sebelum 1755 menjelang perjanjian Giyanti. Bangunan itu juga merupakan bagian dari rancangan pelebaran kota dari wilayah kota lama menuju ke arah Karang Asem (sekarang Randusari).
''De Vredestein memiliki kaitan erat dengan sejarah Perang Jawa. Bangunan ini sangat bersejarah mengingat dimana disitulah tempat kedudukan gubernur VOC yang menguasai pantai utara Jawa. De Vredestein pernah digunakan untuk merayakan ulang tahun Ratu Inggris secara besar-besaran dengan pesta dansa yg dihiasi 620.000 buah lampion,'' tuturnya.
Secara arsitektur, bangunan Wisma Perdamaian juga telah mengalami banyak perubahan menyesuaikan fungsi bangunan itu sendiri. Karena pernah digunakan sebagai Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada 1978, dan pernah juga digunakan untuk Kantor Sosial pada 1980-an dan selanjutnya untuk Kantor Kanwil Pariwisata Jawa Tengah pada1994.
Setelah direvitalisasi pada 1994 gedung itu sempat menjadi Rumah Dinas Gubernur Jawa Tengah pada era Gubernur Suwardi bebarengan dengan penyematan "Wisma Perdamaian" sebagai nama gedung. Namun, setelah era Gubernur Suwardi para gubernur kembali menggunakan Puri Gedeh di Kecamatan Gajahmungkur menjadi rumah dinas. Kini, wisma perdamaian lebih sering digunakan untuk kegiatan pemerintah provinsi ataupun dimanfaatkan untuk kegiatan budaya, seni, ataupun pendidikan.
Sementara itu, dari penuturan beberapa warga, tanah yang kini berdiri Wisma Perdamaian, pertokoan, kampus Udinus hingga Rumah Setan di seberang SPBU Jalan Imam Bonjol merupakan tanah milik warga berkebangsaan Belanda bernama Frederick, ada pula y

ang menyebutnya Van Hendrick dan Prins Hendriklaan. Bahkan ada yang berpendapat kawasan itu diambil dari nama Prince Hendrik Lan, nama suami Ratu Wilhelmina. Karena susah untuk menyebut nama itu, lidah orang Jawa menyebutnya dengan Pindrikan atau Pendrikan.
Risyanto (66) warga RT 2 RW 6 Kelurahan Pendrikan Lor, Kecamatan Semarang Tengah menuturkan, sejarah nama Pendrikan sendiri hingga saat ini masih beragam versi. Ketua RW 6 yang juga bapak dari tiga anak itu menyebutkan, sebelum penataan kawasan Kota Semarang pada masa Wali Kota Soetrisno Soeharto atau sekitar 1970-an, Pendrikan Lor dan Bulu Lor adalah lahan persawahan. Adapun kawasan pemukiman yang dihuni warga hanya di Kelurahan Pendrikan Kidul.
''Berubahnya Pendrikan Lor dan Bulu Lor menjadi permukiman karena warga yang sebagian bekerja di perusahaan kereta api menimbun areal persawahan dengan tanah dan mendirikan rumah di kawasan itu,'' ujarnya. (KS)

Comments