Bermain Sepakbola Api Jaga Tradisi, Sambut Bulan Suci, Pererat Silaturahmi

Budaya dan tradisi yang ada di masyarakat semakin jarang dan langka, sehingga perlu untuk dilestarikan kembali. Di samping itu budaya dan tradisi juga bisa dijadikan cara untuk mempererat tali silaturrahmi.

SEPAK bola, sebagai cabang olahraga yang menggunakan bola yang umumnya terbuat dari bahan kulit dan dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan 11 orang pemain inti dan beberapa pemain cadangan.
Sepak bola api pun sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sepak bola pada umumnya. Akan tetapi bolanya terbuat dari buah kelapa yang sudah kering, kemudian dikuliti lapisan luarnya. Setelah itu, di rendam di minyak tanah selama beberapa minggu. Pada saat akan dimainkan, bolanya dibakar dan dimainkan ketika menyala.
Berbeda dengan sepak bola biasa, sepak bola api tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, keberanian, kecerdikan, kepiawaian serta ketangkasan dalam memainkan bola, melainkan harus dibekali ketangguhan psikis dan kekuatan spiritual. Sebelum bermain, para santri harus melewati "ritual khusus" agar tahan panas dan tidak mempan api.
Dahulu, para pemain sepak bola api harus berpuasa selama 21 hari, mengamalkan wirid, yang dibaca di waktu-waktu khusus, menghindari makanan-makanan yang dimasak dengan api, mengandung unsur nyawa, dan biasanya diakhiri dengan puasa satu hari satu malam tanpa tidur).
Setelah melewati "ritual", mereka memiliki kekuatan tahan panas dan tidak mempan api, sehingga dengan leluasa menendang, memegang, bahkan menyundul bola api tanpa merasakan panas, gosong, apalagi terbakar. Seolah-olah api itu sudah "ditundukkan" dan "dijinakkan" sehingga tidak lagi berbahaya, malah dijadikan tontonan dan permainan.
Seperti yang dilakukan Keluarga Mahasiswa Jepara di Semarang (KMJS) UIN Walisongo kemarin. Mereka menggelar sepak bola api di lapangan Gedung Q Kampus 2. Selama pertandingan para peserta tidak menggunakan sepatu sebagai alat pengaman kedua kaki.
Ketua KMJS Khoiruddin Farid mengatakan, pertandingan sepak bola api merupakan tradisi anggota KMJS yang digelar setiap tahunya untuk menyemarakkan bulan suci ramadan. Menurutnya, kegiatan ini juga terinspirasi dari tradisi Jepara yakni perang obor.
''Karena bulan puasa ini juga bertepatan dengan bergulirnya Piala Euro 2016. Sehingga sepak bola api ini kami gelar untuk menyambut pertandingan Piala Eropa yang diikuti 24 negara,'' kata Farid.
Senior KMJS, Ahmad Soim juga menambahkan, selama pertandingan berlangsung peserta berperan menjadi dua tim yakni Perancis dan Rumania sebagai tanda simbolis. Dalam pertandingan yang berlangsung sepuluh menit, gol pertama diciptakan oleh Dian Ahsannurozi dari tim Rumania, disusul gol oleh Burhan yang membawa Rumania memimpin 2-0.
Tim Perancis menyusul ketertinggalan pada babak kedua lewat dua gol dari Bayu, dengan skor imbang 2-2, hingga pertandingan usai. Kemudian, dilanjutkan lewat adu penalti yang dimenangkan oleh tim Rumania dengan skor 3-2.
''Bagi kami pertadingan sepak bola api ini selain menyermarakkan bulan suci ramadan dan menyambut Piala Euro 2016 juga memperarat tali persaudaraan antar anggota dan seluruh mahasiswa UIN Walisongo,'' katanya.
Selain menampilkan pertandingan sepakbola api, semburan api, berbagai macam atribut seperti maskot piala eropa dan berbagai macam bendera negara juga turut meriahkan acara. (KS)

Comments