ADZAN Subuh belum berkumandang. Karmi (50) bangkit dari tempat tidurnya. Setelah ke kamar mandi, ibu tiga anak itu menyiapkan adonan dengan bahan baku tepung terigu, garam, minyak goreng dan air.
Setelah tiga bahan itu dicampur menjadi satu, ia pun mulai memanaskan tiga wajan yang terbuat dari tembaga di atas kompor. Tangannya yang lincah, mengoleskan adonan yang tipis ke dalam wajan hingga membentuk lingkaran. Tak ada satu menit, adonan pun matang. Ia ambil adonan dari wajan menggunakan pisau kecil di tangan kirinya.
Tak hanya Karmi, warga di Kampung Bon Lancung atau Kranggan Dalam, Kelurahan Kranggan, Kecamatan Semarang Tengah juga melakukan hal yang sama. Memroduksi kulit lunpia. Mereka adalah Saadah, Yeyek, Menjeng, Pak Yo, Wiwa, Pur, Pak Kapri, Bu Lilik, Yudi, Mirandi, Geger, Lilis, Maemunah, Ticitit dan Ahmad Mustamimi.
''Dulu, pembuat kulit lunpia pertama adalah Mak Wah. Setelah beliau meninggal, warga yang sebelumnya bekerja di tempat Mak Wah akhirnya membuat sendiri. Dan sampai sekarang hampir mayoritas warga disini memroduksi kulit lunpia,'' tutur Karmi, ibu tiga anak kelahiran Klaten.
Setiap warga, kata Karmi, rata-rata dalam sehari mampu memroduksi 4.500 lembar kulit lunpia. Untuk harga, kulit lunpia ukuran besar mulai Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu per 100 lembarnya.
''Kalau lebaran atau liburan, pesanannya bisa berkali lipat. Tidak hanya dari penjual lunpia di Semarang, tetapi juga dari Ungaran, Ambarawa, Surabaya, Jakarta, Kediri dan Blitar. Selain untuk kulit lunpia, juga untuk kulit karamel dan martabak,'' imbuh Ahmad Mustamimi yang akrab disapa Amin, saat ditemui di sela-sela kesibukannya.
Ia menambahkan kulit lunpia bisa bertahan hingga dua hari, lebih dari itu kulit lumpia bisa berjamur, namun jika disimpan dalam lemari es bisa bertahan sampai lima hari. Tak heran jika kampung yang dulu merupakan sebuah taman untuk para pelancong atau disebut Kebun Pelancong pada jaman Belanda itu lebih dikenal dengan Kampung Kulit Lunpia selain disebut Kampung Bon Lancung.
''Bon Lancung ini juga menjadi kampung produsen kulit lunpia terbesar di Kota Semarang. Karena, hampir mayoritas satu kampung membuat kulit lunpia. Ada pula yang khusus membuat isi lunpia,'' imbuh sesepuh Kampung Bon Lancung, Radiman (55), kemarin. (KS)
Setelah tiga bahan itu dicampur menjadi satu, ia pun mulai memanaskan tiga wajan yang terbuat dari tembaga di atas kompor. Tangannya yang lincah, mengoleskan adonan yang tipis ke dalam wajan hingga membentuk lingkaran. Tak ada satu menit, adonan pun matang. Ia ambil adonan dari wajan menggunakan pisau kecil di tangan kirinya.
Tak hanya Karmi, warga di Kampung Bon Lancung atau Kranggan Dalam, Kelurahan Kranggan, Kecamatan Semarang Tengah juga melakukan hal yang sama. Memroduksi kulit lunpia. Mereka adalah Saadah, Yeyek, Menjeng, Pak Yo, Wiwa, Pur, Pak Kapri, Bu Lilik, Yudi, Mirandi, Geger, Lilis, Maemunah, Ticitit dan Ahmad Mustamimi.
''Dulu, pembuat kulit lunpia pertama adalah Mak Wah. Setelah beliau meninggal, warga yang sebelumnya bekerja di tempat Mak Wah akhirnya membuat sendiri. Dan sampai sekarang hampir mayoritas warga disini memroduksi kulit lunpia,'' tutur Karmi, ibu tiga anak kelahiran Klaten.
Setiap warga, kata Karmi, rata-rata dalam sehari mampu memroduksi 4.500 lembar kulit lunpia. Untuk harga, kulit lunpia ukuran besar mulai Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu per 100 lembarnya.
''Kalau lebaran atau liburan, pesanannya bisa berkali lipat. Tidak hanya dari penjual lunpia di Semarang, tetapi juga dari Ungaran, Ambarawa, Surabaya, Jakarta, Kediri dan Blitar. Selain untuk kulit lunpia, juga untuk kulit karamel dan martabak,'' imbuh Ahmad Mustamimi yang akrab disapa Amin, saat ditemui di sela-sela kesibukannya.
Ia menambahkan kulit lunpia bisa bertahan hingga dua hari, lebih dari itu kulit lumpia bisa berjamur, namun jika disimpan dalam lemari es bisa bertahan sampai lima hari. Tak heran jika kampung yang dulu merupakan sebuah taman untuk para pelancong atau disebut Kebun Pelancong pada jaman Belanda itu lebih dikenal dengan Kampung Kulit Lunpia selain disebut Kampung Bon Lancung.
''Bon Lancung ini juga menjadi kampung produsen kulit lunpia terbesar di Kota Semarang. Karena, hampir mayoritas satu kampung membuat kulit lunpia. Ada pula yang khusus membuat isi lunpia,'' imbuh sesepuh Kampung Bon Lancung, Radiman (55), kemarin. (KS)
terus terang baru tau dari artikel ini kalau ternyata produsen kulit lumpia ada di kampung bon lancung semarang, jika ada kesempatan berkunjung ke semarang kami akan menyempatkan diri berkunjung ke kampung bon lancung ini
ReplyDeleteterima kasih artikelnya