GOLDEN Land, itulah istilah yang sering digunakan oleh beberapa warga yang saat ini masih tinggal di Perumahan Tanah Mas, Kecamatan Semarang Utara. Tanah Mas juga dikenal sebagai perumahan pertama yang dipasarkan dengan system KPR BTN sejak awal 1970-an.
Kemunculan Perumahan Tanah Mas ini juga membuka pandangan baru tentang konsep rumah bagi kebanyakan orang Semarang dan sekitarnya. Rumah-rumah yang tersusun rapi dan nyaris seragam bentuknya dalam satu blok, dengan pohon penghijauan yang tertata rapi menghiasi sepanjang jalan lingkungan.
Bertahun tahun Tanah Mas menjadi kebanggaan bagi penghuninya dan tentunya harga jual pun merambat naik, bahkan ketika beberapa perumahan baru mulai muncul, Tanah Mas tetap merupakan perumahan favorit.
Akan tetapi, seiring dengan pembangunan perumahan baru di kawasan pantai utara Kota Semarang, pada awal 1987, air pasang laut atau yang biasa disebut dengan rob pun mulai merambah ke jalan dan beberapa blok.
Pada Desember 1988, ketika Semarang diguyur hujan lebat, hampir seluruh rumah di kawasan ini pun tergenang oleh banjir. Tak terkecuali masjid Al Hidayah di Jalan Kokorosono yang dibangun pada era pemerintahan Presiden Soeharto pada 1987.
Seringnya banjir yang melanda kawasan itu, jalan pun mulai rusak. Warga pun berlomba meninggikan rumah mereka. Akan tetapi, banyak warga yang memilih pindah ke tempat lain yang lebih aman dari bencana tahunan itu.
''Akhirnya, masjid berukuran 21 meter x 21 meter ini pun ditinggalkan warganya. Dulu, masjid ini sangat ramai, jamaahnya penuh setiap shalat lima waktu dan ketika ada kegiatan perinagtan hari besar Islam. Tetapi, sekarang lebih banyak para musafir yang menjadi jamaah, terutama ketika shalat Dhuhur dan Jumat,'' tutur Mujiono (50), imam Masjid Al Hidayah yang sudah puluhan tahun dipercaya sebagai takmir sekaligus pengelola masjid.
Para musafir itu, kata Mujiono diantaranya sopir truk, pedagang asongan dan warga yang bekerja di kawasan Tanah Mas. Kondisi masjid pun hingga saat ini masih terlihat kokoh. Model bangunan pun hampir sama dengan masjid lain yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila era Soeharto.
Arsitekturnya mirip dengan Masjid Demak yang memiliki tiga cungkup dengan puncak masjid berbentuk segilima (yang menggambarkan Pancasila), serta bertuliskan Allah di bagian tengahnya.
Menurut Mujiono, masjid itu dahulu merupakan masjid utama warga Tanah Mas. Namun karena pernah terjadi banjir besar di kawasan Tanah Mas pada 2000 dan 2010, banyak perumahan yang tenggelam. Mujiono pun berharap, masjid itu mendapat pemerintah, agar bisa direnovasi lebih baik lagi. ''Kalau bangunan belum pernah ditinggikan. Yang ditinggikan hanya halaman, itu pun hanya diurug dengan tanah,'' ujarnya. (KS)
Kemunculan Perumahan Tanah Mas ini juga membuka pandangan baru tentang konsep rumah bagi kebanyakan orang Semarang dan sekitarnya. Rumah-rumah yang tersusun rapi dan nyaris seragam bentuknya dalam satu blok, dengan pohon penghijauan yang tertata rapi menghiasi sepanjang jalan lingkungan.
Bertahun tahun Tanah Mas menjadi kebanggaan bagi penghuninya dan tentunya harga jual pun merambat naik, bahkan ketika beberapa perumahan baru mulai muncul, Tanah Mas tetap merupakan perumahan favorit.
Akan tetapi, seiring dengan pembangunan perumahan baru di kawasan pantai utara Kota Semarang, pada awal 1987, air pasang laut atau yang biasa disebut dengan rob pun mulai merambah ke jalan dan beberapa blok.
Pada Desember 1988, ketika Semarang diguyur hujan lebat, hampir seluruh rumah di kawasan ini pun tergenang oleh banjir. Tak terkecuali masjid Al Hidayah di Jalan Kokorosono yang dibangun pada era pemerintahan Presiden Soeharto pada 1987.
Seringnya banjir yang melanda kawasan itu, jalan pun mulai rusak. Warga pun berlomba meninggikan rumah mereka. Akan tetapi, banyak warga yang memilih pindah ke tempat lain yang lebih aman dari bencana tahunan itu.
''Akhirnya, masjid berukuran 21 meter x 21 meter ini pun ditinggalkan warganya. Dulu, masjid ini sangat ramai, jamaahnya penuh setiap shalat lima waktu dan ketika ada kegiatan perinagtan hari besar Islam. Tetapi, sekarang lebih banyak para musafir yang menjadi jamaah, terutama ketika shalat Dhuhur dan Jumat,'' tutur Mujiono (50), imam Masjid Al Hidayah yang sudah puluhan tahun dipercaya sebagai takmir sekaligus pengelola masjid.
Para musafir itu, kata Mujiono diantaranya sopir truk, pedagang asongan dan warga yang bekerja di kawasan Tanah Mas. Kondisi masjid pun hingga saat ini masih terlihat kokoh. Model bangunan pun hampir sama dengan masjid lain yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila era Soeharto.
Arsitekturnya mirip dengan Masjid Demak yang memiliki tiga cungkup dengan puncak masjid berbentuk segilima (yang menggambarkan Pancasila), serta bertuliskan Allah di bagian tengahnya.
Menurut Mujiono, masjid itu dahulu merupakan masjid utama warga Tanah Mas. Namun karena pernah terjadi banjir besar di kawasan Tanah Mas pada 2000 dan 2010, banyak perumahan yang tenggelam. Mujiono pun berharap, masjid itu mendapat pemerintah, agar bisa direnovasi lebih baik lagi. ''Kalau bangunan belum pernah ditinggikan. Yang ditinggikan hanya halaman, itu pun hanya diurug dengan tanah,'' ujarnya. (KS)
Comments
Post a Comment