SEMILIR angin memainkan daun-daun pohon mangga hingga membentuk suara unik. Lalu lalang sepeda motor pun dengan suara khas knalpot menambah suasana kampung yang banyak dijadikan rumah kos siang itu menjadi makin ramai.
Di sudut kampung atau tepatnya di rumah yang ada di Jalan Karangrejo 107 RT 6 RW 2 Kecamatan Gajahmungkur, beberapa perempuan tengah sibuk memasak di teras rumah yang dilengkapi tenda semi permanen, etalase konter, meja dan kursi. Ruang tamu yang ada pun disulap menjadi tempat makan lesehan. Bau sedap atau aroma bumbu yang tengah digoreng pun menusuk hidung. Jamur tiram segar yang ditata sedemikian rapi di etalase konter pun diambil oleh sang juru masak, Kasmanila (46) dan Jumiati (36).
''Silahkan, mau makan apa? Kami menyediakan aneka menu masakan berbahan dasar jamur tiram. Ada Jamur Asam Pedas Manis, Asam Pedas, Penyet, Nugeet, Kroket, Crispy,'' tutur Meike Fitrianingtyas (24), penggagas usaha yang siang itu menjadi pelayan Angkringan Jamur Petruk.
Meike menjelaskan, inspirasi angkringan jamur berasal dari Solo yang memiliki angkringan besar seperti kucingan tetapi mewah dan harganya pun murah. Nama angkringan diambil agar bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah sampai ke atas, alias bisa merakyat.
''Masakan aneka jamur biasanya disajikan di rumah makan yang bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke atas saja, tapi disini cukup dengan Rp 6 ribu hingga Rp 8 ribu, sudah bisa menikmati masakan jamur plus minumnya,'' jelas alumni Fakultas Teknik Kimia Undip dua tahun lalu itu.
Dijelaskan pula, banyaknya janda dan kaum duafa di wilayah Karangrejo yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga hanya berpenghasilan mulai Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan memiliki kemampuan memasak yang nikmat.
Ditambah, MBI LAZiS Jateng juga memiliki kampung binaan di Gondoriyo dan Gedawang Banyumanik yang membudidayakan jamur berkualitas bagus.
''Semua kita kolaborasi, ibu-ibu, janda dan kaum duafa kita berdayakan untuk mengelola angkringan ini. Ke depan, bersama Bank Syariah Mandiri kita akan membuka cabang di Hotel Semesta dan daerah lainnya. Dan semua pengelolanya adalah masyarakat dan kaum duafa,'' tandasnya.
Ditambahkan, nama Petruk sendiri dimaknai karena punakawan Petruk selalu menghibur tuannya ketika dalam kesusahaan menerima cobaan, mengingatkan ketika lupa, membela ketika teraniaya.
''Petruk itu bisa momong, momot, momor,mursid dan murakabi. Ini upaya dan harapan angkringan ini akan menjadi tempat kuliner,'' jelas Meike.
Direktur Eksekutif LAZiS Jateng Arif Nurhayadi menambahkan, Angkringan Jamur Petruk menjadi produk unggulan LAZiS Jateng yang ke depan akan berdiri di seluruh wilayah Jawa Tengah dan saat ini dimulai dari Kota Semarang.
''LAZiS dalam hal ini berupaya melakukan pendampingan dan riset, sementara untuk pembiayaan konter dan peralatan, kita menggandeng dunia perbankan,'' ujarnya didampingi Koordinator Hubungan Masyarakat LAZiS Jateng, Diyah Al Furqon.
Di sudut kampung atau tepatnya di rumah yang ada di Jalan Karangrejo 107 RT 6 RW 2 Kecamatan Gajahmungkur, beberapa perempuan tengah sibuk memasak di teras rumah yang dilengkapi tenda semi permanen, etalase konter, meja dan kursi. Ruang tamu yang ada pun disulap menjadi tempat makan lesehan. Bau sedap atau aroma bumbu yang tengah digoreng pun menusuk hidung. Jamur tiram segar yang ditata sedemikian rapi di etalase konter pun diambil oleh sang juru masak, Kasmanila (46) dan Jumiati (36).
''Silahkan, mau makan apa? Kami menyediakan aneka menu masakan berbahan dasar jamur tiram. Ada Jamur Asam Pedas Manis, Asam Pedas, Penyet, Nugeet, Kroket, Crispy,'' tutur Meike Fitrianingtyas (24), penggagas usaha yang siang itu menjadi pelayan Angkringan Jamur Petruk.
Meike menjelaskan, inspirasi angkringan jamur berasal dari Solo yang memiliki angkringan besar seperti kucingan tetapi mewah dan harganya pun murah. Nama angkringan diambil agar bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke bawah sampai ke atas, alias bisa merakyat.
''Masakan aneka jamur biasanya disajikan di rumah makan yang bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke atas saja, tapi disini cukup dengan Rp 6 ribu hingga Rp 8 ribu, sudah bisa menikmati masakan jamur plus minumnya,'' jelas alumni Fakultas Teknik Kimia Undip dua tahun lalu itu.
Dijelaskan pula, banyaknya janda dan kaum duafa di wilayah Karangrejo yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga hanya berpenghasilan mulai Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan memiliki kemampuan memasak yang nikmat.
Ditambah, MBI LAZiS Jateng juga memiliki kampung binaan di Gondoriyo dan Gedawang Banyumanik yang membudidayakan jamur berkualitas bagus.
''Semua kita kolaborasi, ibu-ibu, janda dan kaum duafa kita berdayakan untuk mengelola angkringan ini. Ke depan, bersama Bank Syariah Mandiri kita akan membuka cabang di Hotel Semesta dan daerah lainnya. Dan semua pengelolanya adalah masyarakat dan kaum duafa,'' tandasnya.
Ditambahkan, nama Petruk sendiri dimaknai karena punakawan Petruk selalu menghibur tuannya ketika dalam kesusahaan menerima cobaan, mengingatkan ketika lupa, membela ketika teraniaya.
''Petruk itu bisa momong, momot, momor,mursid dan murakabi. Ini upaya dan harapan angkringan ini akan menjadi tempat kuliner,'' jelas Meike.
Direktur Eksekutif LAZiS Jateng Arif Nurhayadi menambahkan, Angkringan Jamur Petruk menjadi produk unggulan LAZiS Jateng yang ke depan akan berdiri di seluruh wilayah Jawa Tengah dan saat ini dimulai dari Kota Semarang.
''LAZiS dalam hal ini berupaya melakukan pendampingan dan riset, sementara untuk pembiayaan konter dan peralatan, kita menggandeng dunia perbankan,'' ujarnya didampingi Koordinator Hubungan Masyarakat LAZiS Jateng, Diyah Al Furqon.
Comments
Post a Comment