''Istafti qalbak, al-birr mâ ithma’anna ilayhi al-nafs wa athma’anna ilayhi al-qalb wa al-ismu mâ hâka fi al-nafs wa taraddad fi al- shudûr.''
[H.R. Ahmad dan al-Dârimî]
Mintalah fatwa pada hatimu, kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah.
Hidup ini selalu dan tidak akan pernah lepas dari pilihan-pilihan yang harus kita putuskan, bahkan terkadang kita dihadapkan pada situasi dimana kita harus segera mengambil keputusan dalam hitungan sepersekian detik. Suatu pemahaman dan keyakinan yang merupakan kesimpulan bagiku secara pribadi baru benar-benar kusadari dalam dua bulan terakhir ini setelah beberapa kejadian yang sebenarnya memang kesalahanku sendiri setelah aku tidak menghiraukan hatiku sendiri. Benarlah bahwa sesungguhnya hati kita merupakan tempat bersemayamnya kebenaran, petunjuk dan hidayah Allah. Kok bisa ? Ya… bisa sih, tapi ini menurutku pendapatku sendiri lho yang masih jauh dari kebenaran yang hakiki.
Dzikir thoriqoh bagiku merupakan suatu metode pendekatan diri pada Allah yang salah satu fungsinya adalah untuk membersihkan hati dari segala kekotoran, sifat-sifat yang tidak terpuji yang dapat menciptakan hijab-hijab baru yang sebenarnya imajiner yang menghalangi kita memandang Allah. Istiqomah dalam dzikir thoriqoh sama artinya secara terus-menerus membersihkan dan menggosok cermin hati kita agar benar-benar mengkilap sehingga cahaya Allah bisa memantul sempurna di dalamnya. Kalau hati kita bersih maka cahaya hidayah Allah bisa tertampung dalam hati sehingga terang benderang. Karena itu
Syekh Abdul Jalil Mustaqim mengajarkan jika kita berdoa hendaklah selalu memohon tetapnya iman,
terangnya hati, keselamatan hidup dunia-akhirat, serta ampunan dan ridho-Nya.
Di PETA pun selalu diajarkan :
''biasakno, kulinakno, pangucapmu podo karo karepe atimu''. Biasakan menyamakan ucapan dengan kehendak hati, belajar tidak berpura-pura walaupun untuk tujuan baik sekalipun.
Biasakan untuk mendengar dan mengikuti kata hati dalam bertindak.
Nah masalahnya bagaimana kita tau itu kata hati kita atau kata nafsu kita atau kata akal pikiran kita ? Di sinilah kembali lagi pentingnya dzikir thoreqoh, dzikir yang terbimbing yang mempunyai otoritas pengajaran dari kanjeng Nabi Muhammad SAW. Istiqomah dalam dzikir thoriqoh berarti juga kita menjalankan riyadoh/tirakat/disiplin ruhani dalam olah rasa, sehingga insya Allah semakin hari kita akan semakin peka dalam membedakan mana sih yang merupakan hasrat nafsu, mana juga yang hasrat ruh, mana yang merupakan produk akal pikiran, mana yang merupakan hembusan syaithon yang membuat was-was hati kita dan mana pula yang merupakan kata hati kita. Hasrat ruh biasanya mengajak kita terus mendekat pada Allah tanpa tendensi apa pun. Kalau ingin tahu karakter nafsu, belajarlah pada anak kecil. Anak kecil bermain tidak lepas dari tawa dan tangis, begitu bertengkar, begitu juga marah menyusul dan begitu juga tawa meledak. Tetapi dalam sekian detik berikutnya, langsung berbaikan lagi dan meledak pula tawa di antara mereka. Itulah karakter nafsu yang munculnya biasanya spontan, spontan marah, spontan sedih, spontan gembira dan spontan-spontan yang lain yang memposisikan diri kita harus menang, harus enak, harus benar dan harus-harus yang lain yang paling menguntungkan hawa nafsu kita. Pada anak kecil pula aku bisa belajar tentang keyakinan, mereka dalam bertindak apa pun tidak pernah merasa ragu jika tidak kita pengaruhi, hatinya pas karena mereka belum menggunakan akal pikirannya sehingga tidak ada pertimbangan logika dalam bertindak, akulah sebagai orang tua yang sering merasa khawatir tentang berbagai bahaya dalam tindakan mereka karena akal pikiranku melakukan analisa sebab akibat dalam tindakan mereka. Jadi karakter akal pikiran menurutku adalah jika sudah muncul pertimbangan-pertimbangan bagaimana-jika atau jika- maka (logika berpikir), kalau begini maka bagaimana, sesuai referensi (baik pengalaman atau pun keilmuan) yang tersimpan di memori kita. Bila pertimbangan akal-pikiran sudah memutuskan tetapi masih ada keraguan dan pertimbangan yang lebih panjang lagi, maka itulah karakter hembusan syaithon dalam hati kita. Nah paling enak menurutku sesuai pengalaman selama ini ya mengikuti kata hati yang terdalam, yang munculnya begitu saja dengan nuansa hati yang biasa- biasa saja dalam arti ketika muncul hal itu hati kita sedang tenang, tidak ada keraguan di dalamnya, tidak ada rasa apa pun baik sebelum kemunculannya maupun sesudah kemunculannya. Pokoknya biasa saja gitu lo.... Itulah tuntunan bagi kita dalam bertindak atau pun dalam mengambil suatu keputusan dalam berbagai kemungkinan yang ada. Nah kalau kata hati itu muncul segeralah diikuti sebelum pertimbangan logika muncul bisa jadi kacau nantinya. He... he... seperti dua bulanan ini terhitung 3 kali aku tidak segera menindaklanjuti kata hati seperti biasanya sehingga pertimbangan logika berpikir ikut main, kacau deh jadinya. Serahkan saja diri kita ini pada-Nya, mohon bimbingan dan kemudahan dari-Nya. Seperti biasanya dalam situasi apa pun insya Allah aku selalu berdoa dengan doa yang singkat : Mudahkan Yaa Allah, alhamdulillah selalu diberi kemudahan oleh Allah dengan tuntunan yang menggerakkan diri ini menuju jalan kemudahan dari-Nya.
Jadi kesimpulannya :
Istafti qalbak - mintalah fatwa pada hatimu, sebagaimana dawuh kanjeng Nabi Muhammad, dalam segala hal apa pun insya Allah bisa kita rasakan jika kita manut pada apa yang diajarkan guru Mursyid kita dengan:
1.) istiqomah dalam berdzikir;
2.) selalu berdoa memohon tetapnya iman, terangnya hati, keselamatan hidup dunia-akhirat, serta ampunan dan ridho-Nya;
3.) juga mengamalkan salah satu dari laku dan sikap hati murid Syadziliyah yaitu : “Biasakan Ucapanmu sama dengan Kehendak Hatimu”.
Kang Syukron, 27 Maret 2010.
[H.R. Ahmad dan al-Dârimî]
Mintalah fatwa pada hatimu, kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah.
Hidup ini selalu dan tidak akan pernah lepas dari pilihan-pilihan yang harus kita putuskan, bahkan terkadang kita dihadapkan pada situasi dimana kita harus segera mengambil keputusan dalam hitungan sepersekian detik. Suatu pemahaman dan keyakinan yang merupakan kesimpulan bagiku secara pribadi baru benar-benar kusadari dalam dua bulan terakhir ini setelah beberapa kejadian yang sebenarnya memang kesalahanku sendiri setelah aku tidak menghiraukan hatiku sendiri. Benarlah bahwa sesungguhnya hati kita merupakan tempat bersemayamnya kebenaran, petunjuk dan hidayah Allah. Kok bisa ? Ya… bisa sih, tapi ini menurutku pendapatku sendiri lho yang masih jauh dari kebenaran yang hakiki.
Dzikir thoriqoh bagiku merupakan suatu metode pendekatan diri pada Allah yang salah satu fungsinya adalah untuk membersihkan hati dari segala kekotoran, sifat-sifat yang tidak terpuji yang dapat menciptakan hijab-hijab baru yang sebenarnya imajiner yang menghalangi kita memandang Allah. Istiqomah dalam dzikir thoriqoh sama artinya secara terus-menerus membersihkan dan menggosok cermin hati kita agar benar-benar mengkilap sehingga cahaya Allah bisa memantul sempurna di dalamnya. Kalau hati kita bersih maka cahaya hidayah Allah bisa tertampung dalam hati sehingga terang benderang. Karena itu
Syekh Abdul Jalil Mustaqim mengajarkan jika kita berdoa hendaklah selalu memohon tetapnya iman,
terangnya hati, keselamatan hidup dunia-akhirat, serta ampunan dan ridho-Nya.
Di PETA pun selalu diajarkan :
''biasakno, kulinakno, pangucapmu podo karo karepe atimu''. Biasakan menyamakan ucapan dengan kehendak hati, belajar tidak berpura-pura walaupun untuk tujuan baik sekalipun.
Biasakan untuk mendengar dan mengikuti kata hati dalam bertindak.
Nah masalahnya bagaimana kita tau itu kata hati kita atau kata nafsu kita atau kata akal pikiran kita ? Di sinilah kembali lagi pentingnya dzikir thoreqoh, dzikir yang terbimbing yang mempunyai otoritas pengajaran dari kanjeng Nabi Muhammad SAW. Istiqomah dalam dzikir thoriqoh berarti juga kita menjalankan riyadoh/tirakat/disiplin ruhani dalam olah rasa, sehingga insya Allah semakin hari kita akan semakin peka dalam membedakan mana sih yang merupakan hasrat nafsu, mana juga yang hasrat ruh, mana yang merupakan produk akal pikiran, mana yang merupakan hembusan syaithon yang membuat was-was hati kita dan mana pula yang merupakan kata hati kita. Hasrat ruh biasanya mengajak kita terus mendekat pada Allah tanpa tendensi apa pun. Kalau ingin tahu karakter nafsu, belajarlah pada anak kecil. Anak kecil bermain tidak lepas dari tawa dan tangis, begitu bertengkar, begitu juga marah menyusul dan begitu juga tawa meledak. Tetapi dalam sekian detik berikutnya, langsung berbaikan lagi dan meledak pula tawa di antara mereka. Itulah karakter nafsu yang munculnya biasanya spontan, spontan marah, spontan sedih, spontan gembira dan spontan-spontan yang lain yang memposisikan diri kita harus menang, harus enak, harus benar dan harus-harus yang lain yang paling menguntungkan hawa nafsu kita. Pada anak kecil pula aku bisa belajar tentang keyakinan, mereka dalam bertindak apa pun tidak pernah merasa ragu jika tidak kita pengaruhi, hatinya pas karena mereka belum menggunakan akal pikirannya sehingga tidak ada pertimbangan logika dalam bertindak, akulah sebagai orang tua yang sering merasa khawatir tentang berbagai bahaya dalam tindakan mereka karena akal pikiranku melakukan analisa sebab akibat dalam tindakan mereka. Jadi karakter akal pikiran menurutku adalah jika sudah muncul pertimbangan-pertimbangan bagaimana-jika atau jika- maka (logika berpikir), kalau begini maka bagaimana, sesuai referensi (baik pengalaman atau pun keilmuan) yang tersimpan di memori kita. Bila pertimbangan akal-pikiran sudah memutuskan tetapi masih ada keraguan dan pertimbangan yang lebih panjang lagi, maka itulah karakter hembusan syaithon dalam hati kita. Nah paling enak menurutku sesuai pengalaman selama ini ya mengikuti kata hati yang terdalam, yang munculnya begitu saja dengan nuansa hati yang biasa- biasa saja dalam arti ketika muncul hal itu hati kita sedang tenang, tidak ada keraguan di dalamnya, tidak ada rasa apa pun baik sebelum kemunculannya maupun sesudah kemunculannya. Pokoknya biasa saja gitu lo.... Itulah tuntunan bagi kita dalam bertindak atau pun dalam mengambil suatu keputusan dalam berbagai kemungkinan yang ada. Nah kalau kata hati itu muncul segeralah diikuti sebelum pertimbangan logika muncul bisa jadi kacau nantinya. He... he... seperti dua bulanan ini terhitung 3 kali aku tidak segera menindaklanjuti kata hati seperti biasanya sehingga pertimbangan logika berpikir ikut main, kacau deh jadinya. Serahkan saja diri kita ini pada-Nya, mohon bimbingan dan kemudahan dari-Nya. Seperti biasanya dalam situasi apa pun insya Allah aku selalu berdoa dengan doa yang singkat : Mudahkan Yaa Allah, alhamdulillah selalu diberi kemudahan oleh Allah dengan tuntunan yang menggerakkan diri ini menuju jalan kemudahan dari-Nya.
Jadi kesimpulannya :
Istafti qalbak - mintalah fatwa pada hatimu, sebagaimana dawuh kanjeng Nabi Muhammad, dalam segala hal apa pun insya Allah bisa kita rasakan jika kita manut pada apa yang diajarkan guru Mursyid kita dengan:
1.) istiqomah dalam berdzikir;
2.) selalu berdoa memohon tetapnya iman, terangnya hati, keselamatan hidup dunia-akhirat, serta ampunan dan ridho-Nya;
3.) juga mengamalkan salah satu dari laku dan sikap hati murid Syadziliyah yaitu : “Biasakan Ucapanmu sama dengan Kehendak Hatimu”.
Kang Syukron, 27 Maret 2010.
Comments
Post a Comment