Ketika malam kian larut, angin berhembus perlahan takut membuat gaduh dan membangunkan orang sekampung. Di balik awan, bintang mencoba berkedip membawa obor penerangan redup, sontak deru fajar menghentak hamburkan kabar perhelatan besar, pesta pora di antara reruntuhan rumah-rumah kesedihan, di atas tumpukan duka berkarat. Ada teriakan, makian, cacian saling bersahutan, saling berharap menjadi suara penghias kelam.
Dari gundukan sampah mengalir lagu ratapan, alunkan musik-musik kemiskinan, keserakahan, penghianatan, pemberangusan atas nama cinta, atas nama kasih aturan undang-undang, atas nama sayang perompakan, pembajakan. Seutas senyum menyayat dari bibir sang terdakwa, sekelebat canda bersama gebyar lambaian narapidana.
Inilah negeri kami dan kami tetap bangga karena penderitaan tidak mengajarkan kami melihat nilai nominal, rasa sakit tidak berharap kami untuk berhitung jutaan, atau milyaran, bahkan trilyunan, rasa perih ajarkan kami canda tawa, ajarkan senyum manis tentang pengabdian bukan untuk uang.
Lihat saja, rentetan pencurian. Dengar saja, sejuta alasan.
Inilah negeri kami dan kami tetap bangga. Lihat saja, penjahat yang terhormat, maling, pencuri, pencoleng berpesta. dan kami gembira bisa melihat pesta-pesta para narapidana.
Inilah negeri kami. bukan berapa lama, bukan apa yang bisa, tetapi inilah aku karena inilah uangku.
M E R D E K A……………………………………..!!!
M A T I S A J A…………………………….!!!
Inilah perjalanan panjang tanpa tepi, seperti ombak laut menghantam karang akhirnya kembali ke laut tanpa penyesalan. Jangan tolong aku, karena inilah jiwa yang telah lama diimpikan, dan inilah harapan agar aku selalu bisa bermimpi. Andai kamu datang, jangan pernah katakan apapun, karena aku tidak butuh nyanyian sumbang dari rangkaian syair ratapan.
Aku selalu berjalan, menentang angin dingin di setiap relung malam sepi, dalam arus gelombang mendung hitam.Aku berdiri tertawa ketika rasa sakit mendera, rasa perih mengikat erat dalam pelukan perih dan ngilu. Andai kamu datang jangan pernah berpikir hadirkan pertolongan, jangan pernah coba ulurkan tangan persahabatan.
Tidak pernah ada damai mengalir dalam otakku, kecuali hasrat menumpahkan darah, mengalirkan penderitaan ke setiap jiwa-jiwa pengecut. Dan akulah pengecut itu, ketakutan hanya untuk katakan keluhan, ngeri hanya untuk berjalan melempar pandangan.
Jangan pernah coba bakar jiwaku karena akulah bara.
Jangan pernah coba sakiti diriku karena aku adalah sayatan luka.
Andai malam memaki, akan ku balas dengan cacian kotor, dengan kalimat jorok.
Tolong hentikan bualan……….
Biarkan malam pergi dan tidak perlu ku ratapi………………
Karena sepi adalah sahabat sejatiku...
Gunung Mergi, 1 April 2010 saat kabut merayap turun kerumah (kecil) kontrakanku.
Comments
Post a Comment