Sompok, Pemukiman Masyarakat Kelas Menengah ke Bawah Masa Kolonial

KOTA Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah memiliki sejarah panjang, terutama bagi sejarah kependudukan Belanda di Indonesia dengan berbagai peninggalannya saat ini menjadi satu tujuan wisata budaya yang menarik bagi para wisatawan.
Sejak terbentuknya "Gemeente van Semarang" (Kotamadya Semarang) pada 1 April 1906 oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda berdasarkan staatsblad 1906 nomor 120 dengan 10 artikel Ordenantie Gemeente Semarang, Wali Kota pertama dijabat oleh Ir D De Iongh Wzn yang diangkat pada 21 Agustus 1916.
Ir D De Iongh Wzn pun memulai pekerjaan besar salah satunya dengan membangun rumah untuk rakyat. Proyek itu dilakukan atas permintaan masyarakat Eropa terhadap rumah yang murah. Pasalnya, untuk menyewa rumah di kawasan pusat kota, sangatlah mahal.
Dalam buku Verslag vanden toetstand der Gementee Semarang over 1917 disebutkan, pemerintah memilih Sompok dan Mlaten yang sebelumnya merupakan areal persawahan sebagai kawasan perumahan baru. Untuk membuat petak-petak dan mempermudah akses masuk, dibuat jalan utama sepanjang 15 meter antara petak-petak rumah dengan lebar 3,5 meter.
Sementara itu jalan kampung utamanya memiliki panjang 10 meter dan lebar 2 meter. Jalan kampung umum panjangnya 7,5 meter dengan lebar 0,6 meter. Setiap petak bangunan pun dibangun prasarana mandi dan cuci maupun septiktank. Desain atau perancang kawasan perumahan itupun dilakukan oleh Thomas Karsten.
Pembangunan perumahan di kawasan Sompok sebelum 1920 dikenal sebagai Sompok Lama, sementara untuk pembangunan paska 1920 dikenal dengan sebutan Sompok Baru. Penamaan kampung atau gang di kompleks perumahan Sompok pun menggunakan nama-nama buah, seperti Manggis, Jeruk, Rambutan dan Cempedak.
Dari pantauan, sisa-sisa rumah yang dibangun pada jaman kolonial di Sompok masih terlihat. Akan tetapi, kesan sebagai kompleks perumahan tidak terlihat, karena antara rumah satu dengan yang lainnya telah berubah bentuk, ada yang masih bertahan dengan bangunan lama dan tidak sedikit yang berubah menjadi bentuk rumah modern.
Menurut Radjimo Sastro Wijono, dalam buku Modernitas dalam Kampung menyatakan, perumahan Sompok dibangun dengan konsep rumah sehat. Karena, jalan-jalan utama kompleks dibangun dengan aspal, yang dipinggirnya ditanami pohon rindang. Penerangannya pun menggunakan tenaga listrik dan pemakaian air ledeng untuk kebutuhan rumah tangga.
Seiring waktu berjalan, konsep perumahan yang dirancang Thomas Karsten itu pun kini telah berubah. Konsep garden city yang dirancang lengkap dengan taman di tengah kawasan sebagai ruang hijau justru dibangun kantor pemerintahan.
''Taman Sompok itu dulu luas, tetapi pada 1980-an dibangun kantor. Sehingga merusak konsep awal sebagai garden city. Rumah-rumah dulu dirancang tanpa pagar yang tinggi, kini justru berlomba-lomba meninggikan pagar. Perumahan di Sompok, Mlaten dan Halmahera sebenarnya mejadi kebanggan Semarang sebagai pemukiman kelas menengah ke bawah. Karena masyarakat kelas atas bermukim di kawasan Candi,'' papar pemerhati sejarah Kota Semarang yang juga dosen Jurusan Arsitektur Unika Soegijapranata, Ir Tjahyono Rahardjo MA. (KS)

Comments

Post a Comment