Kampung Celengan yang Tinggal Kenangan


BEKAS KELURAHAN: Sebelum menjadi Balai Pertemuan RW I Kelurahan Pendrikan Lor, Kecamatan Semarang Tengah, gedung ini sebelumnya merupakan Kantor Kelurahan Celengan.
TAK banyak warga yang tahu, jika pemukiman padat di Jalan Abimanyu V, VI, VII dan VIII Kelurahan Pendrikan Lor, Kecamatan Semarang Tengah, dahulu, mayoritas warganya adalah perajin gerabah. Gerabah yang diproduksi pun kebanyakan berbentuk celengan, atau tabungan berbentuk kendi kecil dengan lobang di bagian atas yang hanya cukup untuk memasukkan uang recehan. Kampung itu pun pada jaman dahulu disebut dan dikenal sebagai Kampung Celengan.
Ketika saya menyusuri kampung itu, tidak ada sisa-sisa atau warga yang masih membuat aneka kerajinan dari tanah liat itu. Untuk menemukan sesepuh yang mengerti sejarah kampung pun, cukup sulit. Salah satu tokoh, H Mudjiono, tengah sakit. Akan tetapi, sesepuh lainnya, Slamet (73), warga RT 4 RW I, Jalan Abimanyu VI, dapat menceritakan sejarah kampung yang kini padat penduduk itu.

''Dulu sekali, warga Kampung Celengan, mayoritas perajin gerabah. Gerabah yang dibuat bentuknya celengan dan mainan anak-anak dari tanah liat yang dijual saat Dugderan. Dulu, dugderan pusatnya tidak di Pasar Johar, tetapi di Kampung Beringin,'' tutur bapak lima anak dan 10 cucu itu.
Hal senada juga disampaikan Suwati (64), warga kelahiran Bulu Lor. Saat ia kecil, pemukiman di Kampung Celengan tidak sepadat saat ini. Lebih didominasi rumput ilalang dan pepohonan. Akan tetapi, mulai awal 1970-an, banyak warga yang membangun rumah di kawasan itu. ''Kalau soal sejarah, ada yang bilang, dulu banyak perajin celengan, tapi, ada juga yang bilang, dulu, sebelum menjadi pemukiman, disini banyak babi hutan, atau celeng. Soal kebenarannya, saya sendiri tidak tahu,'' ujarnya.
Saat ditemui , Suwati yang didampingi anak dan cucunya juga menjelaskan, Celengan merupakan wilayah kelurahan yang terdiri dari beberapa RW. Setelah otonomi daerah, Celengan bergabung dengan Kelurahan Pendrikan Lor. Kantor Lurah Celengan yang ada di ujung Jalan Abimanyu VI pun hingga saat ini masih ada, dan menjadi Balai Pertemuan RW I. ''Di Balai RW sering digelar acara warga, seperti pengajian rutin Jumat, Minggu, maupun selapanan bapak-bapak. Serta kegiatan lain dalam rangka guyub dan rukun warga,'' katanya. (MS)

Comments

  1. Wow... ini kampung saya.
    Makasih ya udah nulis sejarahnya. Saya yang lahir di kampung ini justru tidak tahu asal-usulnya.
    Salam

    ReplyDelete

Post a Comment