Layani Panggilan Servis Mesin Ketik

Andi Bonceng Mertua Naik Sepeda Angin Keliling Kota Semarang

SUARA napas yang terengah-engah nyaris tak terdengar, karena kalah dengan suara rantai sepeda angin yang dikayuh lelaki paruh baya yang memboncengkan lelaki yang usianya lebih muda itu.
Tas kain yang berisi peralatan servis di dekap erat. Setelah sampai di tempat tujuan, dengan sigap, lelaki bernama Aji Said yang ditemani menantunya, Buono Afandi pun langsung mengecek beberapa bagian mesin ketik buatan Jerman yang penuh kotoran tinta.
Setelah diberi minyak dan tut mesin ketik yang sering melompat itu diperbaiki, sang pemilik pun tersenyum. Beberapa lembar uang pun diberikan. Lelaki itu pun kembali melayani pelanggannya di daerah lain untuk memperbaiki mesin ketik.
Ya, kisah Buono Afandi selama dua tahun bersama mertuanya melayani jasa servis mesin ketik panggilan dituturkan bapak dua anak dan satu cucu itu, kemarin. Setelah mertuanya meninggal pada 1990, ia pun melanjutkan profesi sebagai tukang reparasi mesin ketik hingga sekarang. Ruangan berukuran 2 x 3 meter di Kelurahan Pandansari, Kecamatan Semarang Tengah yang menjadi satu dengan rumah tinggalnya itu menjadi bengkel sekaligus jual beli mesin ketik.
''Mertua saya saat itu tidak hanya mengajak keliling melayani jasa servis, tapi juga meminta kepada saya membongkar dan memasang kembali satu unit mesin ketik,'' tutur lelaki kelahiran Kudus 16 Agustus 1961 yang juga suami dari Restu Padmi (48).
Di tengah perkembangan teknologi, dengan hadirnya komputer, laptop dan tablet, keberadaan mesin ketik kata Buono Afandi, tidak membawa pengaruh yang signifikan dalam usahanya. Warga maupun pegawai perkantoran dan notaris di Kota Semarang hingga kini justru bertambah.
''Pelanggan saya tidak hanya di Semarang, tapi juga dari Kendal, Demak, Kudus, Pati dan Rembang. Mereka tidak saja meminta untuk servis, tapi juga perawatan mesin ketik. Tarifnya mulai Rp 35 ribu hingga Rp 50 ribu diluar spare part yang harus diganti,'' katanya.
Mesin ketik diperkenalkan pertama kali oleh Christopher Latham Sholes pada 1868. Beragam merek juga masih beredar di pasaran, seperti Olympia, Brother dan Ollivetty, baik ukuran kecil maupun besar. Harganya pun justru lebih mahal dari komputer, mulai Rp 3,6 juta hingga Rp 4 juta.
''Setiap usaha dan perjalanan hidup itu harus diiringi dengan doa, kemantapan hati, tidak kemrungsung. Rejeki dari Allah pasti akan terus mengalir,'' tandasnya.*

Comments

  1. Saya mau tanya gan? Apakah bapak ini masih usaha jasa servis mesin ketik di semarang? Terus alamat rumah bapak ini dimana ya? Soalnya saya mau servis mesin ketik tapi mesti gak ketemu di kota semarang.mohon infonya gan Itu aja gan terimakasih.

    ReplyDelete

Post a Comment