Dulang Berkali-kali hingga Terkencing-kencing

Film Dokumenter tentang Nasib dan Perjuangan PRT 

"Harga kebutuhan hidup layak makin tinggi, sudah tujuh tahun bekerja, gaji saya hanya Rp 400 ribu per bulan. Padahal, transport pulang pergi Rp 7.000 setiap hari. Kalau jalan kaki, ya satu jam lamanya''

Itulah keluhan Iyem, salah satu anggota Serikat Pekerja Rumah Tangga (PRT) Merdeka dalam cuplikan film dokumenter yang diputar dalam rangka Peringatan Hari PRT Nasional di Sekolah PRT Jl Bukit Dingin C3A Nomor 19, Perumahan Permata Puri, Ngaliyan, Minggu (15/2/2015) sore.
Tak hanya Iyem, Imah, Zaenab, Yati yang menjadi "aktor" dalam film itu juga menggambarkan, kehidupan PRT sehari-hari yang disibukkan dengan benda-benda seperti sapu, serbet, pisau, pakaian kotor. Film yang dibuat di sela-sela kesibukan mereka itu juga ber
''Kami sengaja membuat film yang ala kadarnya ini untuk menyuarakan aspirasi kami agar didengar DPR dan Presiden Jokowi. Karena kami masih sangat awam menggunakan handycam, membuat film-nya pun diulang berkali-kali sampai terkencing-kencing karena belum tahu caranya menyuarakan aspirasi. Lha gimana lagi, setiap hari kami hanya memagang pisau, serbet, sapu harus menggunakan handycam,'' tutur Zaenab.
Yati, PRT asal Wonosobo yang telah 15 tahun di bekerja Kota Semarang pun mengaku, setiap penggalan film yang dibuat, selalu saja salah. Apa yang disampaikan saat kamera menyorot dirinya, ia pun sampai harus menangis teringat perjuangannya menjadi PRT selama ini untuk menghidupi keluarganya.
''Soal PRT dulu dianggap hal yang rumit dan tidak penting. Sekarang PRT adalah bagian penting dari kehidupan dan menjadi ketergantungan sebuah rumah tangga dari sistem ekonomi. Sebuah keluarga tidak akan bisa bekerja dan mendapat keuntungan tanpa PRT. Sehingga, antara keluarga dan PRT harus saling berbagi,'' tutur mantan Koordinator Eksekutif Pusat Edukasi Studi Advokasi Anak Indonesia (Perisai) Fatah Muria, usai nonton film bareng.
Uut dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Semarang juga menceritakan pengalamannya selama delapan tahun lebih bekerja di luar negeri. Di tengah tuntutan yang belum pernah disahkan oleh pemerintah, nasib PRT di luar negeri bahkan mengenaskan. Selain tidak pernah diakui, ketika melakukan kesalahan, mereka mendapatkan hukuman yang mengerikan, seperti cambuk dan gantung.
Ketua Serikat PRT Merdeka, Nur Khasanah pun menegaskan, betapa penting untuk mendesak dan menuntut DPR dan Pemerintah agar peristiwa kekerasan terhadap PRT tidak terulang lagi baik dari mulai awal gejalanya hingga ke bentuk ekstrim.  ''Maka stop selalu berpikir menunggu jumlah kasus, dan bertindak mencegahnya dan mendesak langkah Negara yang sistematis mewujudkan UU Perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILO 189 Situasi Kerja Layak PRT dalam Prioritas Prolegnas 2015 dan segera melakukan pembahasan serta pengesahan segera,'' tandasnya.
Usai berdiskusi, mereka memotong roti Peringatan Hari PRT Nasional serta bertukar kado antar 30-an anggota Serikat PRT Merdeka yang hadir, kemarin. (MS)

Comments